Wednesday 9 January 2013

Masuknya Islam Di Labala Leworaja

Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang masuk kedalam negara kepulauan terbesar di dunia diperkirakan lebih dari 3000 pulau , panjang wilayah kepulauaan Indonesia dari barat ke timur yaitu dari titik terbarat Sumatra sampai keperbatasan dengan Papua New Guinea adalah 5500 km. Lebarnya dari titik terutama sampai titik terselatan yaitu dari pulau Miangas ( kepulauan Talud ) ke pulau Roti ( Nusa Tenggara Timur ) adalah 1770 km, kepulauan Indonesia mempunyai area tanah sekitar 1904569 km2 ( 36.79 % dari luas area tanah dan lautan yang mencapai sekitar 5176800 km2 itu )[1].

Selain memiliki wilayah yang begitu luas Indonesia juga mempunyai begitu banyak ragam budaya, suku bangsa, dan bahasa yang menjadikan Negara ini kaya dengan segala ragam budaya, selain ragam budaya, Negara ini juga kaya akan sumber daya alam yang melimpah ruah akan tetapi sangat disayangkan dengan luasnya wilayah dan kurangnya sumber daya manusia yang menyebabkan masih banyak kekayaan yang belum dimanfaatkan dengan baik.

Berkaitan dengan Labala, desa ini terletak di selatan pulau Lembata, Kabupaten Lembata (sebelumnya masuk wilayah kabupaten Flores Timur), Kecamatan wulandoni, desa ini agak terisolasi, karena tekstur tanahnya yang berbukit-bukit[2].

Transportasi utama menuju Labala adalah angkutan laut dengan menggunakan perahu motor dan darat dengan menggunakan mobil angkutan pedesaan yang bentuknya sangat unik dikarenakan angkutan ini adalah sejenis mobil truk yang dimodifikasi menjadi angkutan umum, Walaupun kawasan ini masih cukup terisolir hingga saat ini, namun ternyata cukup banyak menyimpan sejarah.

Pada masa dulu, di daerah ini pernah berdiri kerajaan Labala. Bukti keberadaannya bisa dilihat dari peninggalan prasasti yang menggunakan huruf Kawi, yang disebut oleh masyarakat setempat sebagai prasasti Berkah Kerama. Prasasti ini dianggap keramat, karena itu selalu diletakkan dalam posisi yang tinggi di rumah adat[3]. Dalam perkembangannya, desa Labala berganti nama menjadi Desa Gaya Baru Leworaja yang berarti “Lewo” dalam bahasa setempat adalah kampung menurut kamus besar bahasa Indonesia kampung adalah kesatuan administrasi terkecil yang menempati wilayah tertentu[4]. dan “Raja” adalah penguasa menurut kamus besar bahasa Indonesia Raja adalah penguasa tertinggi pada suatu kerajaan[5] (biasanya diperoleh sebagai warisan ), kemudian di artikan Leworaja adalah tempat berdiam para Raja . Hingga saat ini, nama yang terakhir masih tetap digunakan.

A. Latar belakang Masuknya Islam

Labala terletak di selatan pulau Lembata, Kabupaten Lembata (sebelumnya masuk wilayah kabupaten Flores Timur). Labala merupakan satu-satunya kerajaan di Kabupaten Lembata dan merupakan kerajaan bungsu dari beberapa kerajaan Islam di wilayah timur pulau Flores dan disekitarnya (seperti pulau Adonara, pulau Solor, pulau Lembata, pulau Alor dan Pantar) . Menurut sejarah, Kerajaan Labala masuk dalam komunitas kerajaan Solor Watan Lema (Lima Kerajaan Islam Bersaudara) seperti Kerajaan Terong, kerajaan Lemahala, Kerajaan Lohayong, Kerajaan Lamaker, dan Kerajaan Labala[6].

Kerajaan Labala merupakan satu-satunya kerajaan yang memiliki daerah otonom di Daratan Pulau Lembata yang kini menjadi Kabupaten Lembata. Sebelum masuknya agama Islam, sebagaimana masyarakat di kerajaan lain, masyarakat Labala menganut kepercayaan nenek moyang yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme. Pada masa pra Islam (sebelum datangnya pengaruh agama Islam) Kerajaan Labala berturut-turut di pimpin oleh Raja Kiwan Mayeli (1833-1879), Raja Kiwan Gelu Ama (Atageha) (1879-1896). Sekadar catatan, Raja Kiwan Gelu Ama bernama asli Atageha (orang lain) karena Sang Raja berasal dari Klan/suku Lamarongan, bukan klan suku Mayeli. Dengan demikian dapat dikatakan, keturunan Raja Labala setelah Raja Kiwan Gelu Ama (Atageha) bukanlah asli suku Mayeli. Selanjutnya Raja Baha Mayeli (1896-1929).

Agama Islam masuk di Kerajaan Labala pada masa kekeuasaan Raja Baha Mayeli (1896-1929), namun mencapai puncak kejayaannya pada masa kekuasaan Sang Anak Raja Ibrahim Baha Mayeli (1926-1954). Setelah itu system kerajaan oleh pemerintah Indonesia dilebur dalam system administrative kecamatan yaitu kecamataan Atadei, namun Raja Ibrahim Baha Mayeli masih diberi kekuasaan memerintah hingga wafat pada tahun 1965.Setelah wafatnya Raja Ibrahim Baha Mayeli, tata pemerintahan kerajaan dilebur kedalam tata pemerintahan Negara Republik Indonesia di bawah system pemerintahan kecamatan.

Kecamatan Atadei yang saat itu berpusat di wulandoni menjadi pusat system pemerintahan. Wulandoni juga adalah daerah kekeuasaan Kerajan Labala. Meski system pemerintahan sudah beralih tangan, tidak serta merta pengaruh Kerajaan Labala hilang begitu saja. Pemerintah Indonesia memberi kewenangan khusus kepada keturunan Raja Labala untuk mengatur tatalaksana adat istiadat dan budaya masyarakat di bekas daerah kekuasaan yang hingga kini masih dipertahankan. Keturunan dari Raja Ibrahim Baha Mayeli yang hingga kini memiliki kewenangan mengatur adat istiadat di antaranya, Muhammad Kabier Ibrahim Mayeli dan anaknya Syamsul Bahri Mayeli dari istri pertama Raja Ibrahim Baha Mayeli.

Daerah kekuasaan Kerajaan Labala sebelum masuknya Agama Islam, meliputi sebahagian wilayah yang kini masuk kecamatan Ata Dei dan kecamatan Wulandoni. Ada beberapa desa yang menjadi daerah kekusaan Kerajaan Labala di antaranya, Atawolo, Pewwut, Karangora, Waiwejak dan beberapa desa kecil yang kini masuk wilayah administrative kecamatan Atadei. Selain itu ada beberapa desa pesisir yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Labala diantaranya, Kahatawa , Mulandoro (Lamanunang), Leworaja (Pusaat Kerajaan Labala), Mulankera, Luki-Pantai Harapan, Nuhalela (wulandoni) dan Posiwatu yang kini menjadi wilayah administrative kecamatan Wulandoni. Dari bentang kekusaan Kerajaan Labala inilah masyarakat yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Labala di kemudian hari disebut atau diidentikkan sebagai orang Labala, termasuk mereka yang non muslim seperti masyarakat Kahatawa, Mulandoro, Mulankera, Nuhalela (wulan doni) dan Posiwatu.

B. Islam Jadi Agama Resmi Kerajaan Labala

Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, Agama Islam masuk ke Kerajaan Labala dan di terima sebagai agama resmi di kerajaan Labala pada tahun 1896 pada masa pemerintahan Raja Baha Mayeli, dan mencapai puncak kejayaannya pada masa kekuasaan Sang Putra Mahkota, Raja Ibrahim Baha Mayeli (1926).

Pada masa Raja Ibrahim Baha Mayeli (1926) ini untuk pertama kalinya dibangun mushallah sebagai tempat ibadah pertama yang diberi nama al-Muqarrabin Labala. Pilihan nama al-Muqarrabin sebagai nama mushallah dengan harapan, Raja dan Ribu-ratu (masyarakat) di Kerajaan Labala lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai Tuhan yang diimani dalam keyakinan baru mereka yaitu agama Islam. Mushallah al-Muqarrabin di kemudian hari dibangun menjadi Mesjid dengan nama yang sama hingga kini yaitu Mesjid al-Muqarrabin Labala di Desa Leworaja-Kecamatan Wulandoni, Kabupaten Lembata-NTT. Mesjid al-Muqarrabin Labala merupakan salah satu mesjid tertua di NTT yang dibangun pada tahun 1926[7].

Menurut penuturan sumber-sumber informasi terpercaya di Labala terkhusus pemuka-pemuka adat dan agama di dua desa yaitu Desa Leworaja dan Desa Luki-Pantai Harapan yang menjadi pusat kerajaan Labala, proses masuknya Agama islam di Kerajaan Labala di sebarkan oleh para pedagang dari Kerajaan Lamahala yang lebih dahulu menerima Islam. Namun proses penyebarannya masih terbatas pada kalangan kerabat yang memiliki hubungan dengan masyarakat di Kerajaan Labala. Perlu diketahui Kerajaan Lamahala merupakan salah satu komunitas kerajaan Islam, yang dikenal dengan Solor Watan Lema. Kerajaan Labala merupakan bungsu dari komunitas Solor Watan Lema setelah menjadi Kerajaan Islam.

Sebagai salah satu kerajaan yang mermiliki pengaruh, Kerajaan Labala selalu menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan tetangga seperti Kerajaan Lamahala, Kerajaan Teron, Kerajaan Lamakera dan juga Kerajaan Alor di kepulauan alor (kini Kabupaten Alor). Untuk itu pada tahun 1926 Raja Baha Mayeli mengirim anak sulungnya sebagai Putra Mahkota yang bernama Kiwan Mayeli ke Kalabahi ibu kota Kerajaan Alor untuk menuntut ilmu agama. Kerajaan Alor saat itu sudah menjadi kerajaan Islam. Di Kalabahi Kiwan Mayeli belajar ilmu agama kepada Raja sekaligus ulama kerajaan Alor yang bernama Marjuki Nampira. Atas bimbingan Raja Alor inilah kemudian kiwan mayeli memeluk Agama Islam dan berganti nama menjadi Ibrahim Baha Mayeli.

Setalah dirasa bekal ilmu agama yang dipelajari cukup memadai, Sang Putra Mahkota Kiwan Mayeli yang telah berganti nama menjadi Ibrahim Baha Mayeli mengirim surat, mengabarkan kepada Sang Ayah, Raja Baha Mayeli bahwa dirinya telah selesai menuntut ilmu dan telah memeluk Agama Islam. Kini dia siap kembali ke labala. Untuk itu sebagai syarat kepulangannya, dia meminta kepada Sang Ayah untuk membunuh binatang yang dilarang (haram) dalam ajaran Islam seperti babi dan anjing yang masih banyak dipelihara oleh masyarakat Labala saat itu. Bila syarat ini tidak dipenuhi, maka sang putra mahkota tak akan kembali ke Labala. Dia lebih memilih untuk merantau ke tempat jauh dari pada kembali ke Labala.

Setelah menerima surat dari Sang Anak dan mempertimbangkan kelanjutan nasib kerajaan yang di pimpinnya bila sang anak tak sudi pulang, Setelah mengadakan musyawara dengan tokoh adat kerajaan, Raja Baha Mayeli memerintahkan kepada segenap ribu-ratunya (masyarakatnya) untuk memusnahkan binatang anjing dan babi yang masih menjadi hewan ternak masyarakat Labala kala itu.

Setelah syarat yang di minta terpenuhi, Sang putra Mahkota, Ibrahim Baha Mayeli bersedia kembali ke Labala. Karena kondisi kesehatan Raja Baha Mayeli yang tak lagi memungkinkan memerintah di kerajaan Labala, Kiwan Mayeli atau lebih dikenal dengan nama Ibrahim Baha Mayeli kemudian diangkat dan di lantik menjadi Raja di kerajaan Labala menggantikan Sang Ayah yang sudah lanjut usia. Di masa pemerintahan Raja Ibrahim Baha Mayeli inilah Islam benar-benar menjadi agama resmi kerajaan. Hal ini terbukti dengan di bangunnya Mushallah pertama yang diberi nama al-Muqarrabin sebagai tempat ibadah dan pengajaraan syai’ar islam bagi masyarakat Kerajaan Labala yang seluruhnya sudah menjadi Muslim.

C. Tokoh Penyebar Islam

Masuknya Islam di Labala berjalan dengan Mulus Tanpa ada riak perlawanan dari masyarakat, diakibatkan Islam tidak Masuk melalui Jalur perang, akan tetapi Islam Masuk dari kerajaan, Raja yang terlebih dahulu memeluk Islam, Sehingga rakyat dengan sukarela mengikuti titah rajanya.

Karena kesibukan dalam pemerintahan, Raja Ibrahim mempercayakan bapak Lusi koli kemang untuk memimpin sholat dan mengajarkan agama pada umat, perlu diketahui bahwa bapak Lusi Koli Kemang adalah orang Lamahala dari suku Gorang. Karena profesi sebagai pedagang sehingga keberadaan Bapak Kemang tidak tetap dia sering pulang kelamaha. Keberadaannya musiman, kondisi ini menjadi masalah bagi kerajaan yang masih baru memeluk Islam.

Dengan kondisi seperti ini maka Raja Ibrahim memutuskan untuk pergi ke Waiwerang, Waiwaerang adalah Ibukota kerajaan Lamahala disana beliu menemui Raja Lamahala meminta bantuan seorang dai tetap untuk menetap di Labala. Setelah sepakat raja Labala menemui habbib Agel, beliau adalah seorang Imam kerajaan Lamahala, untuk menyiapkan seorang da’i yang bisa dapat menetap di Labala. Kebetulan pada saat itu ada seorang murid Habbib Agel yang tadinya beragama Nasrani keturunan Cina dan tinggal di Kupang. Setelah masuk Islam dan mengikuti Habbib Agel ke Waiwerang mendalami ajaran Islam. Habbib Agel menerima permohonan Raja Ibrahim dan mengutus muridnya yang bernama Baba Abdullah.

Kedatangan Baba Abdullah ke Kerajaan Labala membawa pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan Islam di Kerajaan ini, beliau kemudian diangkat menjadi Ulama dan Imam bagi masyarakat Labala. Beliau adalah Ulama kharismatik yang berjasa menyebarkan agama islam di kerajaan Labala. Karena jasa-jasanya inilah beliau dicintai oleh Masyarakat Labala sehingga saat meninggalnya, masyarakat tak sudi mengizinkan keluarganya membawa jasad Baba Abdullah untuk dimakamkan di tanah kelahirannya yaitu di kupang. Beliau di makamkan di Leworaja, Ibu Kota kerajaan Labala.

Daftar Pustaka



Kartodirjo, Sartono, Marwati dan Nurgoho, Sejarah nasional indonesia V . Jakarta: Offset P.T Grafitas, 1975.

“Kabupaten Lembata.” Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas http://wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lembata (8 Januari 2013).


Tanggal 8 Januari 2013)

[1] Sartono Kartodirjo, Marwati Djoened Poesponegoro, dan Nurgoho Noto Susanto, Sejarah nasional indonesia V ( Jakarta: Offset P.T Grafitas, 1975),h. 1

[2] “Kabupaten Lembata.” Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas http://wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lembata (8 Januari 2013).

[3] Putra Mayeli, http://leworaja.blogspot.com/2011_05_01_archive.html (diakses pada Tanggal 8 Januari 2013)

[4] Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke III (Jakarta Balai pustaka, 2003), h. 498.

[5] Ibid., h. 617



6 komentar:

Unknown said...

Assalamu'alaikum wr.wb. Salam ukhuwah saudariku, mohon maaf sebelumnya, saya mau bertanya, apakah saat ini marga mayeli masih tinggal di Kabupaten Lembata? Apakah semua marga Mayeli adalah keluarga dan satu keturunan? Mohon maaf, saya bertanya karena sedang mencari silsilah keluarga almarhum ayah yang merupakan marga mayeli juga, dari NTT. Mohon informasinya terkait hal ini. Terima kasih. ^_^ Wasslamu'alaikum wr.wb.

TRAVEL UMROH BANDUNG said...

Wah blog nya keren banget https:// arofahmina.co.id/ ijin share ya semoga bermanfaat

Unknown said...

Saya juga keturunan labala . Klo boleh tanya apa kalian tau bapak name gole gede.
Saya anak nya.. dan saya bangga pernah mnginjakan kaki disana dan tidur di kamar adat ruma ono.
Bibi saya bernama ina bare.

Unknown said...

Waalaikum salam wr.wb.
Salam kenal...sy jg keturunan dari marga mayeli.
Mama saya adalah salah satu anak dari kakek raja ibrahim mayeli dan nene nona fatimah(istri kedua kakek raja ibrahim mayeli)
Marga mayeli masih tinggal di labala lembata.
Maaf ayahnya sdrku ini namanya siapa.
Siapa tahu kita saudara.

Unknown said...

Mohon maaf jangan salah arti kan"ata Geha dan kiwan gelu Amang,kiwan adalah ke turunan mayeli ygterputus,hingga di nobatkan Ata Geha dr suku Lamarongan untuk menyambung ke turunan mayeli,itu yg benar jangan manipulasi sejarah agar beda dengan asli nya,jangan selalu pakai ke biasaan

Juragan Tiket Murah said...

terima kasih tulisannya

HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html