Islam Di Domba Hitamkan

Ditengah kekacauan,Fitnah, teror dan kekerasan,umat Islam tetap tabah berdiri mempertahankan keyakinannya, dengan memperkenalkan agamanya dengan cara-cara damai dan menyejukkan.

Akhirnya Sunni dan Syiah Bersatu

Bukankah mereka mengimani tuhan yang sama, Mencintai Nabi dan Rosul yang sama, memiliki Kitab suci yang sama, Mempunyai Syahadah yang sama ?, Kemudian mereka saling fitnah dan menumpahkan darah.

Pengaruh Peradaban Islam Terhadap dunia Modern

Pada masa lampau, peradaba Islam memberikan sumbangan besar terhadap kemajuan dunia Barat, kini Islam dan Barat saling menghunus pedang, Islam sebagai Tokoh Kegelapan, sedangkan Barat sebagai Tokoh Peradaban.

Jihad Dan Terorisme dalam Prespektif Islam

Siapa mereka yang mengatakan terorisme merupakan bagian dari jihad fi sabilillah ?? sedangkan teror sangat ditentang oleh teks rujukan utama umat Islam.

Lagenda Assasin "Penebar Maut Lembah Alamut"

Asyhasin(assassin) Antara Lagenda dan Mitos, Siapa Sangka Assassin yang terkenal sebagai Game, adalah Kisah Nyata Pasukan Khusus sekte pecahan Syiah Ismailiyah.

Wednesday 25 February 2015

Lagenda Assasin, Penebar Maut Lembah Alamut

Kelompok Assassin merupakan sebuah sekte pecahan Syiah Ismailiyah.Ia didirikan oleh Hasan al-Sabbah, seorang keturunan Yaman yang lahir dan menghabiskan sebagian besar masa hidupnya di wilayah Iran


anak-anak muda pada hari ini ditanya apa yang mereka ketahui tentang Assassin, mungkin mereka serentak akan menjawab bahwa itu adalah nama sebuah game online. Jika pengetahuannya hanya berhenti sampai di situ, tentu sayang sekali.Karena Assassin sebenarnya bukan sebuah cerita atau permainan fiktif. Ia adalah sebuah sekte keagamaan cukup besar yang pernah muncul dalam sejarah Islam. Kumpulan ini memang lahir di dunia Islam, tetapi juga memberi kesan yang kuat di dalam imajinasi Barat, sayangnya tidak dalam pengertian yang positif.

Kelompok Assassin merupakan sebuah sekte pecahan Syiah Ismailiyah. Ia didirikan oleh Hasan al-Sabbah, seorang keturunan Yaman yang lahir dan menghabiskan sebagian besar masa hidupnya di wilayah Iran. Kajian tentang Assassin tak akan lengkap tanpa membahas sosok yang satu ini.

Hasan al-Sabbah lahir pada pertengahan abad ke-11 di kota Qum, Iran.Iakemudian mengikuti orangtuanya pindah ke kota Rayy (Teheran). Mengikut keyakinan keluarganya, Hasan menganut faham Syiah Itsna Asy’ariyah (Dua Belas Imam).Dalam cuplikan biografinya, sebagaimana dikutip oleh Bernard Lewis dalam bukunya Assassin, Hasan menulis bahwa, “sejak berusia tujuh tahun, aku sudah jatuh hati pada kepada pelbagai cabang ilmu pengetahuan dan bercita-cita menjadi ulama.” Hingga sepuluh tahun berikutnya, ia “menjadi pencari dan penuntut ilmu dengan tetap mempertahankan keyakinan Syiah Dua Belas Imam” yang dianut oleh ayahnya.


Keadaan berubah saat ia bertemu seorang dai Ismailiyah bernama Amira Darrab; seorang rafiq (sahabat)mengikutistilahyang digunakan di kalangan Ismailiyah. Hasan pada awalnya menolak pandangan-pandangan Amira Darrab.Namun kepribadiannyayang menarik dan kepandaiannnya berargumen membuat keyakinan Hasan akhirnya goyah. Ia pun berpindah keyakinan kepada Ismailiyah yang pada masa itu memang lebih dominan dibandingkan Itsna Asy’ariyah. Pada pertengahan tahun 1072, Hasan dibaiat oleh pimpinandai Ismailiyah di Persia Barat dan Irak, Abdul Malik bin Attasy.

Sekitar empat tahun kemudian, ia melakukan perjalanan dari Rayy menuju Isfahan. Setelah itu ia ke Kairo, tempat bersemayam Khalifah Fatimiyah, al-Mustansir (w. 1094), sekaligus pusat pemerintahan Ismailiyah ketika itu. Ia tiba di Kairo pada pertengahan tahun 1078. Hasan hanya menetap tiga tahun di kota itu dan juga Aleksandria. Belakangan ia berseteru dengan wazir Badr al-Jamali yang menyebabkan ia terpaksa pergi meninggalkan Mesir dan kembali ke Persia.

Tahun kedatangan Hasan di Kairo, 1078, juga merupakan tahun kematian Mu’ayyad al-Din al-Shirazi, pimpinan misionaris (Da’i al-Du’at) Ismailiyah sekaligus intelektual penting yang membawa falsafah Ismailiyah kepada puncaknya.Kedudukannya digantikan oleh Badr al-Jamali (w. 1094), seorang bekas budak Armenia yang karirnya menanjak cepat di pemerintahan Fatimiyah. Badr al-Jamali juga merupakan wazir dan kepala tentara Fatimiyah. Kuatnya pengaruh Badr al-Jamali serta keturunannya pada masa berikutnya akan menyebabkan posisi Khalifah Fatimiyah mulai tersandera dan kehilangan pengaruh, sebagaimana yang terjadi pada Dinasti Abbasiyah.

Kelak Badr al-Jamali dan anaknya yang meneruskan kedudukannya, al-Afdal,akan menyingkirkan putra mahkota Fatimiyah yang memiliki dukungan luas, Nizar (w. 1095/1097), dan menggantinya dengan putera Khalifah yang lain. Hal itu nantinya akan memicu perpecahan di dunia Ismailiyah, antara pihak yang berkuasa di Kairo dan pihak yang pro-Nizar di mana Hasan al-Sabbah menjadi salah satu pendukung utamanya. Tapi hal ini baru terjadi sekitar dua dekade setelah keberadaan Hasan al-Sabbah di Mesir.

Setelah meninggalkan Mesir, Hasan al-Sabbah kembali ke wilayah Iran dan menyebarkan dakwah Ismailiyah di sana. Pada akhir tahun 1080-an, ia memfokuskan dakwahnya di wilayah Dailam di utara Iran. Masyarakat di wilayah itu tidak puas dengan pemerintahan Abbasiyah dan Saljuk, mayoritasnya menganut Syiah, dan wilayah itu tidak sepenuhnya berada di bawah kendali pemerintah karena lokasinya yang agak jauh dari pusat pemerintahan.


Di wilayah itu, tepatnya di pegunungan Alborz, ada sebuah benteng yang sangat strategis dan sulit dijangkau.Benteng itu dibangun pada masa silam oleh seorang raja Dailam yang menemukan lokasi tersebutketika burung elangnya terbang ke tempat itu saat sedang berburu.Ia pun membangun benteng di sana dan memberinya nama Aluh Amut yang menurut bahasa setempat bermakna ‘Petunjuk Elang’. Nama itu kemudian berubah menjadi Alamut.

Secara bertahap, Hassan menyusupkan orang-orangnya ke dalam benteng Alamut dan menyebarkan pengaruh secara rahasia di dalam benteng. Pada tahun 1090, ia sendiri menyusup dengan menyamar ke dalam benteng. Ketika penguasa benteng itu akhirnya mengetahui apa yang terjadi, keadaannya sudah terlambat, karena pengaruh Hasan al-Sabbah sudah terlalu kuat. Ia terpaksa menerima tawaran Hasan agar menjual benteng itu kepadanya seharga 3000 dinar emas dan pergi meninggalkan benteng itu setelahnya.

Penguasa Saljuk berusaha merebut kembali Alamut setelah benteng itu dikuasai oleh Hasan, tetapi mereka tidak berhasil.Alamut tetap berada di bawah kekuasaan Hasan dan para pengikutnya hingga satu setengah abad berikutnya.

Dikuasainya benteng Alamut oleh Hasan al-Sabbah menandai era baru gerakan Ismailiyah di wilayah Persia, serta “meletakkan dasar bagi sebuah negara baru dan unik, di atas prinsip yang sangat berbeda dengan masyarakat Sunni di sekitarnya,” tulis Marshall Hodgson dalamThe Order of Assassin.

Hal ini juga menandai kemunculan sebuah kelompok yang kemudian terkenal dengan penggunaan cara-cara berdarah dalam menghabisi lawan-lawan politiknya.Seperti dikatakan Steven Runciman dalam A History of the Crusades, “Senjata politik utama yang digunakannya (Hasan al-Sabbah, pen.)adalah apa yang dengannya para pengikutnya melahirkan namanya, pembunuhan”.

Ya, para pengikut al-Sabbah memang kelak dikenal, terutama di Barat, sebagai kaum Assassin (Pembunuh).

Di Alamut, Hasan dan para pengikutnya mendirikan sebuah kastil, atau Eagle’s Nest, di mana Hassan Sabbah mengambil gelar tradisional yaitu Syekh al-Jabal, atau “Old Man of the Mountain”


Sejak menguasai Alamut, Hasan berusaha menguasai benteng-benteng strategis lainnya di kawasan Iran Utara.Hal ini menjadi ciri khas gerakan Assassin pada masa-masa berikutnya, yaitu menguasai kastil-kastil yang sulit dijangkau di kawasan pegunungan yang agak jauh dari pusat-pusat pemerintahan Saljuk.Selain itu, Hasan juga mengembangkan doktrin Ismailiyah yang kemudian dikenal sebagai “dakwah baru” (al-da’wa al-jadida). Menurut Farhad Daftary dalam artikelnya “Hasan Sabbah”, dakwah baru ini sebenarnya merupakan formulasi ulang dari doktrin ta’lim (authoritative instruction) yang sudah mapan di dalam ajaran Ismailiyah.

Hasan mampu membangun otoritas yang kuat di kalangan pengikutnya sehingga dapat dikatakan mereka mentaatinya secara mutlak.Para pengikutnya itu siap mati dalam menjalankan perintah Hasan dan para pemimpin setelahnya.Hasan sendiri disebut oleh para pengikutnya dengan sebutan Sayyidna (our Master).

Hasan melatih sebagian pengikutnya secara khusus untuk melakukan penyamaran, penyusupan, dan pembunuhan.Para pembunuh ini, biasanya disebut fida’i, ditugaskan untuk membunuh tokoh-tokoh penting di kalangan Ahlu Sunnah. Para pembunuh terlatih ini harus siap mati, karena biasanya mereka akan mati dalam menjalankan tugasnya, baik tugas itu berhasil ataupun gagal.

Sejak keberhasilannya membunuh Nizam al-Muluk, kaum Assassin menggunakan metode yang sama meneror pemimpin Sunni. Belakangan aksi membunuh dengan upah ditiru Eropa

Orang pertama yang menjadi sasaran pembunuhan kaum Assassin adalah Nizam al-Muluk (w. 1092). Ia merupakan wazir paling penting Dinasti Saljuk, sekaligus salah satu tokoh utama kebangkitan kembali Ahlu Sunnah pada masa itu, selain Abu Hamid al-Ghazali (w. 1111) dari kalangan ulama. Nizam al-Muluk dibunuh saat melakukan perjalanan haji pada tahun 1092.

Ketika ia tiba di daerah Nahawand, seorang pemuda Dailam yang menyusup ke rombongannya dengan mengenakan pakaian Sufi meminta izin untuk mendekat kepadanya. Saat ia diberi izin dan mendekat kepada Nizam al-Muluk, ia langsung mengeluarkan belati dan menikam sang wazir tepat di jantungnya. Nizam al-Muluk wafat tak lama kemudian.

Pemuda Dailam yang merupakan pengikut Hasan al-Sabbah itu berhasil ditangkap dan dihukum mati.Namun perbuatannya itu tidak hanya mengakhiri hidup satu orang, tetapi memberi dampak serius pada Dinasti Saljuk secara keseluruhan, karena Nizam al-Muluk adalah arsitek sesungguhnya dari Dinasti tersebut.


Beberapa waktu kemudian, masih pada tahun yang sama, Sultan Turki Saljuk, Maliksyah, meninggal dunia. Setelah itu, Dinasti Saljuk mengalami perpecahan dan kemunduran, dan tidak pernah bangkit kembali setelahnya.

Dengan melemahnya Dinasti Saljuk, maka kaum Assassin menjadi lebih leluasa dalam menyebarkan pengaruhnya di wilayah-wilayah Sunni. Pecah dan melemahnya Dinasti Saljuk juga menjadi faktor utama yang mendorong terjadinya Perang Salib I, karena Byzantium melihat peluang di balik perpecahan itu dan ia mengajak orang-orang Frank (Eropa Barat) untuk melakukan serangan ke Asia Minor dan Suriah. Saat pasukan salib masuk dan menetap di wilayah Suriah dan Palestina nantinya kita akan menemukan kaum Assassin dalam banyak kesempatan menjalin hubungan persahabatan dengan orang-orang Frank. Karena musuh utama mereka adalah Ahlu Sunnah, bukan orang-orang Kristen Eropa.

Menjelang atau bertepatan dengan masuknya pasukan salib ke Asia Minor dan Suriah itu pula terjadi perpecahan di dunia Syiah Ismailiyah. Khalifah Fatimiyah, al-Mustansir, wafat pada tahun 1094. Nizar yang merupakan putera mahkota digulingkan dari kekuasaan oleh wazir al-Afdal. Adik Nizar, al-Musta’li, diangkat oleh al-Afdal sebagai khalifah yang baru. Nizar menolak menerima hal itu, tetapi akhirnya ia mati dibunuh.

Banyak kalangan Ismailiyah di luar Mesir tidak bisa menerima hal itu, terutama yang berada di kawasan Iran dan sekitarnya.Bagi mereka, Nizar merupakan putra mahkota yang sah. Hal ini juga sejalan dengan doktrin Ismailiyah yang menetapkan anak pertama dari imam sebelumnya sebagai imam penerus, sebagaimana penetapan mereka atas Ismail sebagai imam Syiah ketujuh yang sah, dan bukan Musa al-Kadzim, karena Ismail merupakan anak tertua Ja’far Shadiq.

Mereka yang mendukung Nizar selanjutnya disebut sebagai Nizari, dan Hasan al-Sabbah merupakan pendukung terkuatnya.Sejak itu mulai berkembang ide tentang ghaibnya Imam Nizar di kalangan Nizari, atau dikatakan bahwa keturunannya telah melarikan diri dari Kairo dan berlindung di benteng Alamut sebagaimana yang diklaim pihak al-Sabbah.Pada intinya, para pendukung Nizar kini berseberangan dan bermusuhan dengan pusat kekuasaan Fatimiyah di Mesir.Dengan begitu, Alamut dan kastil-kastil pendukungnya menjadi sentral pemerintahan Ismailiyah (Nizari) yang bergerak secara independen, terpisah dari pemerintahan Kairo.

Teror kaum Sunni

Sejak keberhasilannya dalam membunuh Nizam al-Muluk, kaum Assassin menggunakan metode yang sama untuk meneror para pemimpin Sunni. Beberapa pemimpin di dunia Sunni menjadi korban pembunuhan kaum Assassin di sepanjang abad ke-12.Kaum Assassin menyamar dan menyusup ke tempat yang biasa diakses calon korbannya.Kadang mereka mampu menyusup dan menjadi orang-orang kepercayaan di lingkaran terdekat si calon korban, dan siap menerima instruksi dari Tuan mereka untuk melakukan eksekusi.

Mereka menyamar sebagai tentara, sebagai pelayan, sebagai pedagang, atau sebagai seorang Sufi yang berpakaian sederhana.

Ketika saatnya tiba, mereka melakukan serangan mematikan tanpa diduga. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Amin Maalouf dalam bukunya “The Crusades through Arab Eyes“, walaupun persiapannya selalu dijalankan dengan tingkat kerahasiaan yang tinggi, eksekusinya dilaksanakan di tempat terbuka, bahkan di depan kerumunan yang besar. Itulah sebabnya mengapa lokasi (pembunuhan) yang disukai adalah masjid, hari favoritnya adalah Jum’at, dan pada umumnya (dilakukan) pada tengah hari.”


Pada masa-masa berikutnya, “Semua pemimpin Muslim Sunni belajar untuk takut kepada mereka, demikian pula dengan kaum Salib (Crusaders) tak lama setelahnya …,” tulis Michael Paine dalam The Crusades. “Rasa takut terhadap serangan mendadak yang tak diduga di tengah kerumunan pasar atau di lapangan meningkat hingga ke level paranoia di kalangan sebagian pemimpin.”

Aksi-aksi kaum Assassin (Batiniyah) memakan banyak korban, bukan hanya para emir Muslim, tapi juga para ulama.Bahkan Khalifah Fatimiyah, al-Amir Bi-Ahkamillah (w. 1130), dan Khalifah Abbasiyah, al-Mustarsyid (w. 1135), termasuk yang menjadi korban pembunuhan Assassin.Begitu banyak kasus pembunuhan, “sehingga memaksa beberapa pejabat memakai baju pengaman dari besi yang dipasang di balik baju,” tulis al-Suyuthi dalam Tarikh Khulafa’.Mereka mengenakan baju besi itu pada hari-hari yang biasa, di luar masa-masa peperangan.

Belakangan, pemimpin Frank pun ada yang menjadi korban pembunuhan kelompok ini, di antaranya yang terkenal adalah Conrad of Montferrat (w. 1192) yang dibunuh pada akhir masa Perang Salib III.

“Keyakinan dan metode mereka (Assassin, pen.) menjadikan mereka buah bibir dalam hal fanatisme dan terorisme di Suriah dan Persia pada abad ke-11 dan 12, dan menjadi subyek mitos dan legenda yang tumbuh dengan subur,” tulis Philippus Laurentinus, seorang Grand Master Elder Brethren Rose and Cross, dalam Baphomet Veneration among the Crusaders.

Sementara sebagian pemimpin merasa khawatir dengan ancaman pembunuhan Assassin, sebagian lainnya justru menjalin hubungan secara diam-diam dan memanfaatkan jasa dan keterampilan mereka yang unik.

Kaum Assassin sendiri belakangan bersedia melakukan aksi pembunuhan yang diminta oleh pihak lain dengan menerima bayaran tertentu. Karakteristik inilah yang menemukan jalannya ke Eropa menjadi sebuah kosa kata yang khas untuk menggambarkan perilaku yang sama. Assassin dalam bahasa Inggris yang digunakan sekarang ini kurang lebih bermakna “seseorang yang membunuh orang lainnya, biasanya orang penting atau terkenal, untuk alasan politik atau uang.”

Kata Assassin sendiri sebenarnya tidak begitu populer di tengah masyarakat Muslim Timur Tengah ketika itu.Mereka biasanya menyebut kelompok ini, dan kalangan Ismailiyah pada umumnya, dengan sebutan Batiniyah.Hal ini disebabkan, sebagaimana dijelaskan oleh Ali M. Sallabi dalam bukuSalah ad-Deen al-Ayubi, mereka meyakini bahwa untuk setiap yang tampak (zahir) terdapat manifestasi yang tersembunyi (batin) dan bagi setiap wahyu ada interpretasinya (yang bersifat batin atau esoteris, pen.). Selain itu, mereka juga cenderung menyembunyikan dakwah dan keyakinan mereka saat berada di tengah komunitas Ahlu Sunnah.

Penulis adalah ahli sejarah, penulis buku “Nuruddin Zanki dan Perang Salib” dan“Shalahuddin Al Ayyubi dan Perang Salib III”. Tulisan ini sudah pernah dipublikasikan dalam Bulletin Busyra milik Rabithah Alawiyah

Rep: Admin Hidcom

Editor: Cholis Akbar

Oleh: Alwi Alatas


Thursday 19 February 2015

Kerajaan Islam di Jawa

Sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, di Jawa telah berdiri kerajaan-kerajaan Hindu-Budha yang cukup kokoh, kuat dan tangguh, bahkan sampai saat ini hasil peradabannya masih dapat disaksikan. Misalnya, candi Borobudur yang merupakan peninggalan Budha Mahayana dan candi Roro Jonggrang di desa Prambanan. Demikian juga halnya dari segi literatur, seperti buku Pararaton dan Negara Kertagama. Wajarlah jika Vlekke menyebut kerajaan-kerajaan pra-Islam, khususnya Singosari dan Majapahit, sebagai Empire Builders of Java.


Setelah agama Islam datang di Jawa dan Kerajaan Majapahit semakin merosot pengaruhnya di Masyarakat, terjadilah pergeseran di bidang politik. Menurut Sartono Kartodirjo, islamisasi menunjukkan suatu proses yang terjadi cepat, terutama sebagai hasil dakwah para wali sebagai perintis dan penyebar agama Islam di Jawa. Di samping kewibawaan rohaniah, para wali juga berpengaruh dalam bidang politik, bahkan ada yang memegang pemerintahan. Otoritas kharismatis mereka merupakan ancaman bagi raja-raja Hindu di pedalaman.

Oleh karena itu, ada beberapa hal yang dilakukan oleh para wali dalam mengembangkan politiknya.
  1. Seorang wali tidak mengembangkan wilayah dan tetap menjalankan pengaruh secara luas, umpamanya Sunan Giri.
  2. Seorang wali tidak mengembangkan pengaruh politik, dan selanjutnya kekuasaan politik ada di tangan raja, umpamanya di Demak dan Kudus.
  3. Seorang wali mengembangkan wilayah dan melembagakannya sebagai kerajaan, tanpa mengurangi kekuasaan religius, umpamanya Sunan Gunung Jati.
Pengembangan politik para wali yang semula berkedudukan di pantai-pantai, ternyata tidak dipertahankan oleh penerusnya. Akhirnya, pusat aktivitas politiknya pindah ke pedalaman yang semula kuat ke-Hinduannya bahkan sampai ke Madura dan kota-kota lain di Nusantara.

A.Kerajaan Demak (1500-1550)

Pada waktu Sunan Ampel (Raden Rahmat) wafat, maka para wali songo berkumpul di Ampel Denta, Surabaya, mereka sepakat untuk mendirikan sebuah pusat pemerintahan yang mengatur urusan-urusan umat Islam, juga sepakat untuk mendirikan masjid di Bintaro.

Raden Patah adalah anak Raja Prabu Brawijaya V (Raja Majapahit). Beliau mempunyai saudara laki-laki, Raden Damar yang menjadi penguasa Majapahit di Palembang. Kepada beliau inilah Prabu Brawijaya menitipkan ibu Raden Patah yang sedang hamil, ia adalah seorang selir Prabu Brawijaya, maka lahirlah putra yang diberi nama Raden Joyowiseno. Setelah besar, dia ke Jawa dan belajar kepada Sunan Ampel. Dan Sunan Ampellah yang memberi nama Abdul Fatah artinya pembuka pintu gerbang kemenangan.

Raden Patah (Pangeran Jimbun) kemudian dikawinkan dengan cucu raden Rahmat. Setelah beberapa lama berguru kepada Raden Rahmat, diutuslah beliau ke Bintaro. Di sana beliau hidup bersama isterinya mengepalai satu masyarakat kecil kaum Islam. Keberangkatannya ke Bintaro adalah hasil kesepakatan para wali, hendak membuat Bintaro sebagai pusat kegiatan umat Islam. Akhirnya atas usul para wali Raden Patah diangkat menjadi adipati Bintaro (Demak) pada tahun 1462 M. Dan atas perintah Sunan Ampel, Raden Patah ditugaskan mengajar agama Islam serta membuka pesantren di desa Glagat Wangi (Demak).

Lama-kelamaan Demak semakin penting karena menjadi pusat penyiaran agama Islam tempat masjid Agung yang didirikan oleh Raden Patah bersama para wali. Dijadikan pesantren tempat mendidik dan mengajar kader-kader Islam dan menjadi pusat kegiatan dalam lapangan politik bagi umat Islam. Sekarang masjid tersebut masih berdiri dengan megahnya. Inilah masjid yang paling suci di mata orang Islam di Jawa. Tiap tahun banyak orang pergi ziarah untuk mengenang dan menghormati pejuang-pejuang Islam yang telah menumbangkan agama Hindu.

Akhirnya Raden Patah secara terang-terangan memutuskan segala ikatannya dengan Majapahit, di tengah suasana interen kerajaan terjadi konflik yang sedang dirobek oleh komplotan golongan petualang dalam istana. Dengan bantuan daerah-daerah lainnya di Jawa Timur yang sudah Islam, seperti Jepara, Tuban ,dan Gresik, akhirnya dapat merobohkan Kerajaan Majapahit. Kemudian, beliau memindahkan semua alat upacara kerajaan dan pusaka-pusaka Majapahit ke Demak. Dengan demikian, para wali di Surabaya menetapkan atau mengangkat Raden Patah sebagai sultan pertama Kerajaan Demak dengan gelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah. Pada tahun 1478 Demak diproklamirkan menjadi Kerajaan Islam pertama di Jawa dengan beliau sebagai sultan pertamanya. Kerajaan ini bertahan sampai tahun 1546 setelah terjadi perebutan kekuasaan antara Arya Panangsang dengan Adiwijoyo. Sunan Kudus ulama yang besar rupanya memihak kepada Arya Panangsang karena memang dia yang berhak melanjutkan kesultanan. Akan tetapi Arya Panangsang dibunuh oleh Adiwijoyo (Joko Tingkir). Dengan tindakan ini berakhirlah Kerajaan Demak dan Joko Tingkir memindahkannya ke Pajang.

B. Kerajaan Pajang 

Secara resmi Keraton Demak dipindahkan ke pajang pada tahun 1568 sebagai tanda berdirinya Kerajaan Pajang. Joko Tingkir atau Sultan Adiwijoyo menjadi raja pertama Kerajaan Pajang (dekat Solo sekarang). Kedudukannya disyahkan oleh Sunan Giri dan segera mendapat pengukuhan dari adipati-adipati di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sultan Adiwijoyo mengangkat pula Arya Pengiri anak Sunan Prawoto (cucu Trenggono) menjadi adipati di Demak, kemudian dikawinkannya dengan putrinya.

Peralihan kekuasaan politik dari keturunan Sultan Demak kepada Sultan Pajang Adiwijoyo diikuti oleh perubahan pusat pemerintahan dari pinggir laut yang bersifat maritim, ke pedalaman yang bersifat pertanian (agraris).

Selama pemerintahan Joko Tingkir, kesusastraan dan kesenian keraton yang sudah maju peradabannya di Demak dan Jepara, lambat laun dikenal di pedalaman Jawa Tengah. Kesusastraan berkembang dengan pesat dan seorang pujangga terkenala adalah Pangeran Karang Gayam.

Kyai Gede Pamanahan adalah pengikut Joko Tingkir yang paling banyak jasanya dalam pembunuhan Arya Panangsang. Atas jasanya itulah dihadiahkan daerah Mataram sekitar kota Gede Yogyakarta sekarang. Dalam waktu singkat kota ini menjadi sangat maju. Ia meninggal 1575 M. Anaknya Sutowijoyo menggantikannya dan melanjutkan usaha ayahnya membangun kota tersebut. Ia orang yang gagah berani, mahir dalam peperangan oleh karena itu, ia terkenal dengan nama Senopati Ing Alaga (Panglima Perang).

Ketika Joko Tingkir wafat, ia digantikan oleh Arya Pengiri, namun banyak masyarakat yang tidak menyukainya. Kesempatan itu dipergunakan oleh Pangeran Benawa putra Joko Tingkir untuk merebut kembali kekuasaannya. Ia minta bantuan kepada Senopati Mataram yang dianggapnya sebagai kakak yang memang juga menginginkan lenyapnya Kerajaan Pajang.


Terjadilah perang antara Pajang dan Mataram. Sultannya menyerah, sedangkan Pangeran Benawa mengakui kekuasaan Senopati Sutowijoyo. Segala alat kebesaran Majapahit dalam istana Pajang dibawa ke Mataram. Maka daerah Pajang dapat dipersatukan dengan Mataram dan mulailah riwayat Mataram pada tahun 1586 M.

C.Kerajaan Mataram 

Sutowijoyo adalah merupakan raja pertama (1586-1601) dengan gelar Panembahan Senapati Sayyidin Panotogomo (yang dipertuan mengatur agama) dengan ibu kotanya Kota Gede (Yogyakarta). Pada masa pemerintahannya, dia bercita-cita mempersatukan seluruh Jawa di bawah kekuasaan Mataram sebelum niat tersebut tercapai dia wafat. Lalu digantikan oleh Mas Jolong atau Panembahan Seda Ing Krapyah dengan gelar Sultan Anyokrowati (1601-1613).

Pada masa dia memerintah Mataram goncang. Demak dan Ponorogo berontak namun beliau dapat mengatasinya. Tahun 1612, Surabaya tidak bersedia lagi mengakui kedaulatan Mataram. Akhirnya sultan menduduki Mojokerto, merusak Gresik dan membakar desa-desa sekitar Surabaya. Namun Surabaya tetap bertahan, sultan mengalami kegagalan dan wafat pada tahun 1613.

Sebagai penggantinya Raden Rangsang dengan gelar Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645). Ia dikenal orang yang kuat, jujur dan adil. Pada masanya, Mataram mengalami kejayaan sebagai kerajaan yang terhormat dan disegani, tidak saja di pulau Jawa tetapi juga di pulau-pulau lainnya. Sebagai orang muslim taat, beliau patuh menjalankan ibadah tidak pernah melalaikan sembahyang Jumat ke Masjid bersama pembesar keraton dan alim ulama. Para alim ulama sering dimintai pertimbangan-pertimbangan mengenai soal-soal keagamaan dan pemerintahan. Dan pada masa beliau Jawa Timur, Jawa Tengah dan di luar Jawa di bawah kekuasaan beliau.

Pada masa pemerintahan beliau, usaha-usahanya antara lain:
  1. Mempersatukan Jawa di bawah satu pemerintahan di Mataram
  2. Perayaan Grebeg yang telah menjadi tradisi nenek moyang sejak sebelum Islam, disesuaikan dengan perayaan hari raya Idul Fitri dan Maulid Nabi Muhammad, Saw.
  3. Sejak Tahun 1633, ia mengadakan tareh baru. Tahun 1633 itu adalah tahun caka 1555. Perhitungan tahun baru ini kemudian disebut tahun Jawa Islam.
  4. Gamelan Sekaten yang semula hanya dibunyikan pada Grebeg Maulid itu, atas kehendak beliau dipukul di halaman masjid besar.
  5. Memperluas daerah pertanian dengan memindahkan penduduk dari Jawa Tengah ke daerah lainnya.
  6. Perdagangan dengan luar negeri tetap dijalankan melalui pelabuhan-pelabuhan besar seperti Cirebon (Jawa Barat), Pekalongan dan Gresik.
Tahun 1645, beliau wafat di gantikan anaknya, Amangkurat I atau Sunan Tegalwangi yang memerintah selama 32 tahun (1645-1677). Amangkurat I terkenal sebagai raja yang lalim dan curiga terhadap siapa saja. Sementara itu terjadi juga pemberontakan Trunojoyo yang mendapat bantuan dari beberapa daerah seperti Banten. Pada tanggal 2 Juli 1677 Mataram jatuh ke tangan Trunojoyo. Namun Amangkurat II pada tahun 1677-1679 yang memerintah. Dia hendak merebut Mataram dengan meminta bantuan Belanda, maka orang-orang Jawa yang kuat Islamnya tidak mau mengakui Amangkurat II sebagai rajanya. Sebaliknya mereka memandang Trunojoyo sebagai pelindung agama Islam.

Amangkurat II tetap bertekad untuk merebut kembali Mataram, akhirnya cita-citanya terkabul. Adapun Trunojoyo dengan pengiringnya melarikan diri dan pada tahun 1679 mereka menyerah kepada Belanda. Kejayaan Mataram semakin menurun semasa pemerintahan Amangkurat II. Satu demi satu wilayah kekuasaan Mataram dikuasai oleh VOC (Belanda). Kemudian raja memindahkan pusat pemerintahan dari Mataram ke Kartasura. Di tempat baru itu ia menjalankan pemerintahan terhadap sisa-sisa wilayah Mataram, sampai ia wafat 1702. Keruntuhan Mataram sudah diambang pintu. Tahun 1755, dengan campur tangan VOC, kerajaan Mataram dibagi menjadi dua wilayah melalui perjanjian Giyanti, yaitu sebagai berikut;
  1. Kesultanan Yogyakarta atau Ngayogyakarta Hadiningrat diperintah oleh Mangkubumi dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwono I.
  2. Kesultanan Surakarta atau Kasunanan Surakarta diperintah oleh Sri Susuhunan Pakubuwono III.
Pada tahun 1757, kembali dengan campur tangan VOC, Mataram terpecah belah lagi melalui perjanjian Salatiga. Mataram menjadi kerajaan kecil sebagai berikut:
  1. Kesultanan Yoyakarta
  2. Kesultanan Surakarta
  3. Kadipaten Pakualaman
  4. Kadipaten Mangkunegaran.
Sehingga Kerajaan Mataram Islam akhirnya tinggal nama saja sedangkan kekuasaan mutlak tetap di tangan Belanda. 

D.Kerajaan Banten 

Kedatangan Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah ke Banten dari Demak adalah untuk meletakkan dasar bagi pengembangan agama Islam dan perdagangan orang-orang Islam. Setelah itu, beliau kembali dan menetap di Cirebon kemudian Banten diserahkan kepada putranya, yaitu Hasanuddin. Sejak saat itu, Hasanuddin resmi menjadi sultan pertama di Banten tahun 1552-1570 dan Banten diumumkan sebagai kerajaan Islam (kesultanan) di Jawa. 

Sumber lain menyebutkan bahwa Hasanuddin menikah dengan putri raja Demak dan kemudian dinobatkan sebagai penguasa Banten pada tahun 1552. Pada tahun 1568, saat terjadi perebutan/peralihan kekuasaan ke Pajang, Hasanuddin melepaskan diri dari kekuasaan Demak. Dengan demikian, Hasanuddin merupakan pendiri dan sekaligus sebagai raja pertama Kerajaan Banten.

Di bawah pemerintahannya, agama Islam serta pemerintahan Banten makin lama makin kuat. Pelabuhan Banten menjadi Bandar dan pusat perdagangan yang ramai dikunjungi saudagar-saudagar dari luar negeri seperti dari Gujarat, Persia, Tiongkok, Turki, Pegu(Selatan Myanmar), Keling, dan Portugis. Orang-orang Tiongkok ke Banten dengan membawa porselin, sutra, beledru, benang mas, jarum, sisir, paying, slop, kipas, kertas dan lain-lain. Sedangkan dari Banten mereka membeli lada, nila, cendana, cengkeh, buah pala, penyu, dan gading. Orang-orang Persia membawa permata dan obat-obatan. Orang Gujarat menjual kain-kain kapas, sutra, batik koromandel, kain putih, kain mona kemudian dibatik atau disulam oleh wanita-wanita Banten. Di Banten merekapun membeli rempah-rempah dan lain-lain.

Sultan Hasanuddin menanamkan pengaruhnya di Daerah Lampung. Pada tahun 1570 Sultan Hasanuddin wafat. Penggantinya Pangeran Yusuf (1570-1580) anak beliau sendiri. Beliau menaklukan Pajajaran yang masih belum Islam tahun 1579. Memajukan pertanian dan pengairan. Mendirikan masjid Agung Banten dan membuat benteng dari batu bata. Tahun 1580, beliau wafat, meninggalkan kerajaan yang sudah kuat dan luas.

Maulana Muhammad (1580-1596) yang baru berumur 9 tahun menggantikan ayahnya, didampingi oleh mangkubumi sebagai walinya. Dalam tahun1596, beliau melancarkan serangan terhadap Palembang, dengan maksud agar hasil bumi berada dalam kekuasaannya. Tetapi, beliau tertembak mati, sehingga mengalami kegagalan.

Pada tanggal 22 juni 1596, mendaratlah orang Belanda di pelabuhan Banten di Bawah Pimpinan Cornelis de Houtman. Kedatangan Bangsa Belanda ini merupakan titik awal dari hari depan Indonesia yang gelap. Yang memerintah pada waktu itu adalah anak Sultan Muhammad yang baru berumur 5 bulan yang bernama Abu Mufakhir Mahmud Abdul Kadir dengan didampingi oleh walinya/mangkubumi yang bernama Jayanegara. Kemudian diganti oleh Abu Ma’ali. Abu Ma’ali digantikan oleh Sultan Agung Tirtayasa. Di bawah pemerintahannya, kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya. Dalam upaya mempertahankan Banten sebagai salah satu pusat perdagangan di Nusantara, Sultan Agung Tirtayasa berani bersikap tegas terhadap persekutuan dagang Belanda, Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang berkedudukan di Batavia. Sultan Agung Tirtayasa menolak kemauan VOC untuk menerapkan monopoli perdagangan rempah-rempah.

Jarak antara Banten dan Batavia yang dekat membuka peluang meletusnya konflik sewaktu-waktu. Konflik itu dapat berupa perampokan, perusakan, bahkan pertempuran. Misalnya, rakyat Banten membuat kewalahan Belanda dengan mengadakan perusakan terhadap aset-aset milik VOC.

Ternyata sikap tegas Sultan Agung Tirtayasa terhadap VOC tidak diteruskan oleh putranya, Sultan Haji, ia cenderung berkompromi dengan VOC. Perbedaan sikap itu memuncak terjadi perang saudara. Dalam perang tersebut Sultan Haji dibantu oleh VOC, akibatnya Sultan Agung Tirtayasa terdesak dan kemudian tertangkap. Peristiwa kemenangan Sultan Haji menandai berakhirnya kejayaan Kerajaan Banten. Setelah itu, Banten berada di bawah pengaruh VOC.

Kerajaan Islam di Sumatera

A.Kerajaan Perlak

Pemandangan Indah Pulau Lembata, NTT Tidak ada Hubungannya dengan Isi Blogg Hahahahahahahahah
Perlak adalah sebuah daerah yang terletak di Aceh Timur atau Perlak adalah nama suatu daerah di wilayah Aceh Timur yang banyak ditumbuhi kayu atau Perlak berasal dari kata Peureulak adalah suatu daerah di wilayah Aceh Timur yang banyak ditumbuhi Kayei Peureulak. Sehingga wilayah ini banyak didatangi oleh orang luar untuk membeli kayu tersebut. Mereka menyebut daerah tempat pembelian dengan nama kayu yang dihasilkannya sehingga terkenal dengan nama sebutan negeri Perlak.

Sebagai sebuah pelabuhan perniagaan yang maju dan aman pada abad ke-8 M., Perlak menjadi tempat persinggahan kapal-kapal niaga orang-orang Arab dan Persia. Seiring dengan berjalannya waktu di daerah ini terbentuk dan berkembang masyarakat Islam terutama sebagai akibat perkawinan di antara saudagar-saudagar muslim dengan perempuan-perempuan anak negeri. Perkawinan ini menyebabkan lahirnya keturunan-keturunan muslim dari percampuran darah antara Arab, Persia dengan putri-putri Perlak. Hal inilah yang kemudian menyebabkan berdirinya Kerajaan Islam Perlak yang pertama pada hari Selasa, 1 Muharram 225 H/840 M., dengan rajanya yang pertama Syed Maulana Abdul Azia Shah (peranakan Arab Quraisy dengan putri Perlak) atau yang terkenal dengan gelar Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah. Pada saat itu pula ibu kota kerajaan diubah dari Bandar perlak menjadi Bandar Khalifah. Hal ini dilakukan untuk mengenang jasa nahkoda Khalifah yang telah membudayakan Islam pada masyarakat Asia Tenggara yang dimulai dari Perlak. Adapun para sultan yang memimpin Kerajaan Perlak adalah: 
  1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Azis Shah (225-249H/840-864M).
  2. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Rahim Shah (249-285H/864-888M).
  3. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abbas Shah (285-300H/888-913M).
Masa pemerintahan ketiga sultan ini disebut sebagai pemerintahan Dinasti Syed Maulana Abdul Azis Shah. Pada masa pemerintahan beliau (aliran Syi’ah), aliran ahlus Sunnah wal Jamaah mulai berkembang dalam masyarakat dan hal ini sangat tidak disukai aliran Syi’ah. Pada akhir pemerintahan sultan ketiga terjadi perang saudara antara dua golongan tersebut yang menyebabkan setelah kematian sultan selama dua tahun tidak ada sultan.

Pada tahun 302-305H/915-918M., naiklah Syed Maulana Ali Mughayat Shah sebagai sultan. Setelah kurang lebih tiga tahun, pada akhir masa pemerintahannya pergolakan antara dua golongan terjadi lagi. Kemenangan ada dipihak ahlus Sunnah wa Jama’ah sehingga sultan yang diangkat untuk memerintah Perlak diambil dari golongannya yaitu dari keturunan Meurah Perlak asli (syahir Nuwi). Adapun urusan sultan yang memerintah adalah sebagai berikut:
  1. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (306-310H/928-932M). 
  2. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (310-334H/932-956M).
  3. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (334-362H/956-983M).
Pada akhir pemerintahan sultan yang ketiga ini terjadi lagi peperangan di antara kedua aliran selama empat tahun yang diakhiri dengan perdamaian dengan membagi wilayah kerajaan menjadi dua bagian. Perlak pesisir bagi golongan Syi’ah dan Perlak pedalaman untuk golongan ahlus Sunnah wal Jama’ah. Perlak pesisir mengangkat Alaiddin Syed Maulana Shah yang memerintah dari tahun 365-377H/976-988M., Sebagai sultan. Perlak pedalaman mengangkat Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat yang memerintah (365-402H/986-1023M) sebagai sultan. Pada waktu Sriwijaya menyerang Perlak, sultan Perlak pesisir mangkat sehingga seluruh Perlak di bawah kekuasaan Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat dan ia melanjutkan perjuangannya melawan Sriwijaya sampai tahun 395H/1006M. Setelah itu beliau diganti oleh:
  1. Sultah Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (402-450H/1023-1059M).
  2. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (450-470H/1059-1078M).
  3. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (470-501H/1078-1109M).
  4. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (501-527H/1109-1135M).
  5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (527-552H/1135-1160M).
  6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (552-565H/1160-1173M).
  7. Sultah Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (565-592H/1173-1200M).
  8. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (592-622H/1200-1230M).
  9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan berdaulat (622-659H/1230-1267M). Sultan mempunyai dua puteri yaitu puteri Ratna Kamala dan puteri Ganggang. Puteri pertama dikawinkan dengan raja Malaka yaitu Sultan Muhammad Shah sedang puteri kedua dikawinkan dengan Raja Samudera Pasai yaitu Al-Malik Al-Shaleh.
  10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Shah Johan Berdaulat (662-692H/1263-1292M). Beliau merupakan sultan terakhir dari kerajaan perlak. Setelah sultan mangkat Kerajaan Perlak disatukan dengan Kerajaan Samudera Pasai pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al Zahir putera Al Malik Al-Saleh.
B.Kerajaan Samudera Pasai 

Salah satu sumber menyebutkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai berdiri sejak tahun 433H/1024M., pendirinya adalah Meurah Khair yang telah menjadi raja bergelar Maharaja Mahmud Syah. Beliau memerintah sampai tahun 470H/1078M. Setelah itu pemerintahan dipegang oleh:
  1. Maharaja Mansur Syah (470-527H/1078-1133M)
  2. Maharaja Ghiyasyuddin syah, cucu Meurah Khair(527-550H/1133-1155M) 
  3. Maharaja Nuruddin atau Meurah Noe atau Tengku Samudra atau Sultan Al-Kamil (550-607H/1155- 1210M).
Beliau merupakan sultan terakhir dari keturunan Meurah Khair. Setelah kemangkatannya kerajaan menjadi rebutan pembesar-pembesarnya karena tidak memiliki keturunan. Sekitar lima puluh tahunan Samudera Pasai dalam konflik akhirnya tampillah Meurah Silu mengambil kekuasaan dengan mendasarkan bahwa dinastinya telah memerintah Perlak lebih dari dua abad dan kemudian disatukan dengan Samudera Pasai pada masa Sultan Muhammad Al-Zahir (1289-1326M). 

Sumber lain yaitu berita dari Cina dan catatan Ibnu Battutah pengembara dari Maroko menyebutkan kerajaan ini berdiri pada tahun 1282 M., pendirinya Al-Malik Al-Saleh. Pada waktu itu beliau mengirimkan utusan ke Quilon, yang terletak di pantai barat India, dan bertemu duta-duta dari Cina. Di antara nama duta yang dikirim adalah Husien dan sulaiman (nama-nama muslim). Kemudian ketika Marcopolo berkunjung di Sumatera 1346 M., menyatakan bahwa di sana Islam sudah sekitar satu abad disiarkan, kesalehan, kerendahan hati, dan semangat keagamaan raja dan rakyatnya serta madzab yang diikuti yakni madzab Syafi’i. Selain itu Samudera Pasai juga menjadi pusat studi agama Islam dan tempat berkumpulnya para ulama dari berbagai negeri untuk membicarakan masalah keagamaan dan keduniaan. Lebih lanjut Ibnu Battutah mengatakan Samudera Pasai mempunyai peranan penting dalam mengislamkan Malaka maupun pulau Jawa. Bahkan Sultan Al-Malik al-Zahir adalah pecinta teologi dan ia senantiasa memerangi orang kafir dan menjadikan mereka memeluk agama Islam. 

E.Gerini mengatakan bahwa Samudera didirikan pada tahun1270 M.,dan Islam masuk ke sana antara tahun 1270-1275 M. Sumber lain juga menyebutkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai berdiri pada tahun 1297 M., Raja pertamanya adalah Al-Malik al-Saleh, itu berdasarkan batu nisan yang ditemukan dan bertuliskan bahwa raja pertama wafat pada bulan Ramadhan 696H/1297M. Hal itu juga diketahui dalam Hikayat Raja-raja Pasai (Sejarah Melayu). 

Basis perekonomian Kerajaan Samudera Pasai lebih kepada pelayaran dan perdagangan. Pengawasan terhadapnya merupakan kekuasaan yang memungkinkan kerajaan memperoleh penghasilan dan pajak yang besar. Ditinjau dari segi geografis dan ekonomi pada waktu itu Samudera Pasai merupakan suatu daerah penghubung antara pusat perdagangan yang ada di kepulauan Indonesia, India, Cina dan Arab dan adanya mata uang sebagai alat pembayaran menandakan kerajaan ini marupakan kerajaan yang makmur.

Disebutkan bahwa Kerajaan Samudera Pasai telah ditaklukan oleh Kerajaan Majapahit sehingga merupakan bagian wilayah Kerajaan Majapahit. Sebelum bala tentara Majapahit meniggalkan Samudera Pasai dan kembali ke Jawa, pembesar-pembesar Majapahit telah sepakat mengangkat seorang raja dari bangsawan Pasai yang dapat dipercaya untuk memerintah kerajaan. Adapun yang ditunjuk adalah Ratu NuruIlah atau Malikah NuruIlah binti Sultan Al-Malik Al-Zahir.

Tahun mangkat Malikah NuruIlah 1380 M., bertepatan dengan masa pemerintahan Kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk. Pada masa itu Majapahit berada dalam puncak kejayaannya berkat pimpinan Mahapatih Gajah Mada.

Adapun nama-nama raja yang pernah memerintah di kerajaan Islam Samudera Pasai, yaitu:
  1. Sultan Al-Malik Al-Saleh (1297 M)
  2. Muhammad Malik Al-Zahir (1297-1326 M)
  3. Muhammad Malik Al-Zahir II (1326-1345M)
  4. Manshur Malik Al-Zahir (1345-1345M)
  5. Ahmad Malik Al-Zahir (1345-1383M)
  6. Zainal Abidin Malik Al-Zahir (1383-1405M)
  7. Nahrasiyah (1405-?)
  8. Abu Zaid Malik Al-Zahir (?-1455M)
  9. Mahmud Malik Al-Zahir (1455-1477)
  10. Zainal Abidin (1477-1500M) 
  11. Abdullah Malik Al-Zahir (1501-1513M)
  12. Zainal Abidin (1513-1524M). Pada masa sultan terakhir ini tahun 1521 M., Samudera Pasai dikuasai oleh Portugis selama tiga tahun. Tahun 1524 penguasaan atas Samudera Pasai digantikan Kerajaan Aceh Darussalam.
C.Kerajaan Malaka 

Menurut Sejarah Melayu, Parameswara adalah keturunan dari Sang Nila Utama (anak Sang Sapurba dari Palembang yang dikawinkan dengan Sri Beni Putri permaisuri Iskandar Syah ratu Bintan) yang hijrah ke Tumasik dan diangkat sebagai raja dangan gelar tribuwana. Pada masa kekuasaan Parameswara dating serangan dari Majapahit sehingga raja melarikan diri ke Semenanjung Melayu (Trengganu), hidup di sana dan mendirikan Kerajaan Malaka, sekitar tahun 1400 M dan setelah masuk Islam bergelar Megat Iskandar Syah dan wafat pada tahun 1424 M., Penggantinya adalah Sultan Muhammad Syah (1414-1444 M), kemudian Sultan Mahmud (1511 M), pada saat itu Malaka jatuh ke tangan Portugis. Akhirnya beliau mengungsi ke Pahang yang kemudian tinggal di Muara Pulau Bintan. Dari sini beliau terus berusaha melakukan serangan ke Malaka namun selalu gagal. Pada Oktober 1512 serangan terhadap Bintan dilancarkan Portugis dengan dipimpin oleh Albuquerque. Akan tetapi karena pertahanan terlalu kuat Albuquerque mengalami kekalahan. Serangan selanjutnya dilakukan Portugis 1523 dipimpin oleh Henriquez dan tahun 1524 dipimpin oleh De Souza, keduanya mengalami kekalahan. Pada tahun 1525, Bintan berhasil dikuasai Portugis setelah bersekutu dengan Lingga dan Sultan Mahmud mengungsi ke Johor.

Meskipun Sultan Mahmud selalu berusaha untuk dapat merebut Malaka kembali dari tangan Portugis, tetapi sampai akhir hayatnya usaha itu tidak pernah berhasil. Atas usaha putranya Kerajaan Melayu berhasil dilanjutkan dengan berpusat di Johor. Sebagai Sultan Johor pertama ia memakai gelar Sultan Alaudin Riayat Syah II (1528-1564M). Pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim (1677-1685M) pusat kerajaan dipindahkan ke Bintan, tepatnya pada tahun 1678 M.

D.Kerajaan Aceh Darussalam 

Menjelang akhir abad ke-15 arus penjajahan Barat ke Timur sangat derasnya, terutama penjajahan Barat Kristen terhadap Timur Islam. Nafsu untuk mendapat harta yang banyak dengan cara yang haram telah mendorong orang-orang Eropa berlomba-lomba ke Dunia Timur terutama sekali setelah Columbus menemukan benua Amerika dan Vasco da Gama menginjakkan kakinya di India. Di antara bangsa Eropa Kristen yang pada waktu itu sangat haus tanah jajahan, yaitu Portugis, di mana setelah mereka dapat merampok Goa di India, mata penjajahannya diincarkan ke Malaka.

Sehingga Malaka tahun 1511 jatuh ke Tangan Portugis. Setelah Malaka jatuh ke tangannya, Portugis mengatur rencana tahap demi tahap. Langkah yang diambilnya, yaitu mengirim kakitangan-kakitangannya ke daerah-daerah pesisir utara Sumatera untuk menimbulkan kekacauan dan perpecahan dalam negeri sehingga dapat menimbulkan perang saudara dengan demikian ada pihak-pihak yang meminta bantuan kepada mereka, hal mana menjadi alasan bagi mereka untuk melakukan intervensi.

Tahap kedua mereka langsung melakukan penyerangan dan seterusnya mendudukinya dan tahap berikutnya memaksa raja yang telah menyerah untuk menandatangani kontrak pemberian hak monopoli dagang kepada mereka.

Menjelang akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16. Portugis telah dapat memaksakan nafsu penjajahannya kepada raja-raja seperti Kerajaan Islam Jaya, Kerajaan Islam Pidier (pertengahan abad ke-14 M) dan Samudera Pase. Dalam wilayah kerajaan-kerajaan tersebut mereka mendirikan kantor dagang dan menempatkan pasukan.

Dalam kondisi seperti itulah muncul seorang tokoh mencoba mempersatukan dari enam kerajaan yang ada yaitu, Perlak, Samudera Pasai, Tamiang, Pidie, Indra Purba dan Indra Jaya. Maka pada 1514, Ali Mughayat Syah dilantik sebagai Sultan (1514-1530M) dengan nama Kerajaan Aceh Darussalam, yang daerah wilayahnya meliputi Aru sampai ke Pancu di pantai utara dan jaya sampai ke barus di pantai Barat dengan ibu kota Banda Aceh Darussalam. Beliau terus menetapkan satu tekad untuk mengusir Portugis dari seluruh daratan pantai Sumatera Utara.

Terjadilah beberapa kali pertempuran dengan tentara Portugis (1521, 1526, 1528 dan 1542 M). Dalam pertempuran-pertempuran di berbagai medan dapat dicatat, bahwa armada Portugis benar-benar telah dihancur lumatkan dan banyak perwira tingginya mati konyol seperti Laksamana Jorge de Brito dan Simon de Souza.

Setelah selesai membersihkan negara dari anasir penjajahan yang datang dari luar dan pengacau dari dalam, dan setelah meletakkan fondasi yang kuat bagi Kerajaan Aceh Darussalam, dan setelah menciptakan bendera kerajaan yang bernama Alam Zulfiqaar (bendera cap pedang) yang berwarna merah darah dengan pedang putih membelintang di atasnya; maka setelah itu Sultan Ali Mughaiyat Syah berpulang ke rahmatullah pada hari Selasa tanggal 12 Zulhijjah 936H/7 Agustus 1530M.

Masa Sultan Ali Mughaiyat Syah, Sultan Alaiddin Riayat Syah II, Sultan Iskandar Muda Darmawangsa Perkasa Alam Syah dan Sultanah Sri Ratu Tajul Alam safiatuddin Johan Berdaulat adalah dikenal sebagai “Zaman Gemilang”. Setelahnya itu adalah masa suram yang terus menurun. Kerajaan Aceh Darussalam menjadikan Islam sebagai dasar negaranya. Ada 31 raja yang pernah memerintah dan raja terakhir adalah Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah (1870-1904M). Sultan Aceh yang terakhir, setelah berperang selama 29 tahun, baginda ditawan oleh Belanda, dan tidak pernah menyerahkan “kedaulatan” negaranya.

Sunday 15 February 2015

Perang Salib-Perang Sabil


1. Sejarah dan Penyebab Terjadinya Perang Salib

novrizalbinmuslim.wordpress.com

Perang salib terjadi selama kurang lebih dua abad. Peristiwa ini menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap orang Islam, yang kemudian meletusnya Perang Salib ini[1]. Kebencian ini bertambah setelah dinasti Seljuk dapat merebut Baitul Maqdis pada tahun 471 H dari kekuasaan Dinasti Fathimiyyah yang berkedudukan di Mesir. Hingga akhirnya kebijakan yang dikeluarkan oleh Dinasti Seljuk bagi umat Kristiani yang hendak berziarah kesana dirasakan sangat memberatkan dan menyulitkan[2]. Perang ini juga merupakan kumpulan gelombang dari pertikaian agama bersenjata yang dimulai oleh kaum Kristiani, yakni pada periode 1096-1291.

Dinamakan Perang Salib, sebab ekspedisi militer Kristen dalam peperangan ini mempergunakan lambang salib yang merupakan sebuah simbol pemersatu antara kaum Kristiani untuk menunjukkan bahwa peperangan yang mereka lakukan adalah perang suci[3]. Perang yang sangat melelahkan ini, salah satunya disebabkan oleh permintaan Kaisar Alexius Connenus I pada tahun 1095 kepada Paus Urbanus II[4]. Kaisar dari Bizantuim meminta bantuan dari Romawi karena daerah-daerah yang tersebut sampai ke pesisir Laut Marmora dibinasakan oleh Dinasti Saljuk. Bahkan, kota Konstanatinopel diancamnya pula. Adanya permintaan ini, Paus Urbanus II melihat kemungkinan untuk mempersatukan kembali (gereja Yunani dengan Romawi yang telah terpecah semenjak tahun 1009-1054)[5].

Maka pada tanggal 26 November 1095, Paus Urbanus II menyampaikan pidatonya yang menggebu-gebu dihadapan ribuan kaum Kristiani. Isi pidato yang disampaikan oleh Paus Urbanus II menyulut Perang Salib ini terjadi di Clermont, bagian Tenggara Perancis dan memerintahkan orang-orang Kristen agar memasuki lingkungan Makam Suci, untuk merebutnya dari orang-orang jahat serta menyerahkannya kembali kepada mereka[6].

Menurut penulis, mungkin inilah salah satu bentuk pidato paling berpengaruh yang pernah disampaikan oleh Paus Urbanus II sepanjang catatan sejarah. Orang-orang yang hadir di sana dengan penuh semangat yang tinggi meneriakkan slogan Deus Vull (Tuhan menghendaki) sambil mengancung-acungkan tangan[7]. Sehingga pada musim semi tahun 1097, sekitar 150.000 manusia umat Kristiani, sebagian besar yang merupakan orang Franka, Norman dan sebagian lagi merupakan rakyat biasa menyambut seruan tersebut untuk berkumpul di Konstatinnopel. Pada saat itulah genderang Perang Salib, dengan himpunan umat Kristiani yang dirasakan sudah cukup untuk menyerang Islam mulai dilancarkan.

Penyebab Perang Salib yang kedua adalah faktor sosial ekonomi[8]. Pada waktu itu, para pedagang besar yang berada di sekitar pantai timur Laut Tengah, terutama yang berada di kota-kota penting, seperti Venezia, Ganoua, dan Pisa, berambisi dengan penuh emosi untuk menguasai sejumlah kota perdagangan di sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah tersebut[9]. Hal ini dilakukan salah satunya untuk memperluas jaringan perdagangan mereka. Untuk itu, hampir seluruhnya mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka apabila seandainya umat Kristen Eropa memperoleh kemenangan.

Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada tanggal 27 November 1095, para pangeran Kristen dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, yaitu wilayah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama kurang lebih seratus tahun. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan salah satu faktor yang penting bagi kelancaran kaum Kristen untuk melakukan ekspedisinya. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur. Ahli sejarah Spanyol melihat bahwa faktor ini merupakan kekuatan besar bagi kaum Kristiani, dengan menelan dogma Kristen bahwa kebaikan yang tertinggi adalah mati dalam pertempuran mempertahankan kekristenan suatu negara. Sehingga, menurut mereka Perang Salib bagi orang-orang Kristen merupakan jaminan untuk masuk surga. Sebab mati dalam pertempuran Perang Salib, menurut mereka, adalah mati sebagai pahlawan agama dan akan langsung dimasukan ke dalam surga walaupun mempunyai dosa-dosa pada masa lalunya[10].

2. Periodisasi Perang Salib

http://daulahislam.com/

Para sejarawan menyatakan, sebenarnya periode meletusnya Perang Salib ini selama kurun waktu dua abad sulit di klasifikasikan. Ada yang menyatakan bahwa Perang Salib itu terjadi selama enam periode, ada juga yang menyatakan terjadi selama delapan periode bahkan lebih. Akan tetapi, kebanyakan dari sejarawan berpendapat Perang Salib ini terjadi selama tiga periode. Mereka mengutip dari seorang tokoh sejarawan terkemuka bernama Philip K. Hitti dalam bukunya yang berjudul History of The Arabs[11]. Ketiga periodisasi tersebut adalah sebagai berikut:

a) Masa periode pertama (periode penaklukan)

Pada masa penaklukan, jalinan kerja sama Kaisar Alexius I dan Paus Urbanus II berhasil membangkitkan semangat umat Kristen, terutama akibat pidato Puas Urbanus II di Clermont (Perancis Selatan), pada tanggal 26 November 1095. Konsili di Clermont ini, ia menyampaikan kotbahnya yang bertujuan untuk menggerakkan dan membuat umat Kristiani mendapat suntikan semangat baru untuk mengunjungi kuburan Suci. Gerakan awal ini dipimpin oleh Pierre I’ ermite[12]. Dari sepanjang perjalanan menuju Konstatinopel, mereka membuat keonaran-keonaran seperti, melakukan perampokan, dan bahkan terjadi bentrokan dengan penduduk Hongaria dan Bizinatum. Akan tetapi, pada khirnya dengan mudah pasukan Salib ini dapat ditaklukkan oleh dinasti Saljuk, yang dipimpin oleh Killij Arslan dan Alp Arslan. Mereka kaum Kristiani terkocar-kacir dan kembali ke Clermont.

Masih dalam periode ini, Pasukan Salib berikutnya dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond[13]. Gerakan ini lebih merupakan ekspedisi militer yang sangat terorganisir dan tersusun dengan rapi. Sehingga, mereka bisa berhasil menaklukkan dan menduduki kota suci Palestina (Yerusalem) pada tanggal 7 Juli 1099. Inilah ekspedisi yang menghasilkan kemenangan besar. Selain itu, kekejaman yang dipimpin oleh pasukan Godfrey ini melakukan pembantaian besar-besaran terhadap umat Islam tanpa membedakan laki-laki dan perempuan, baik anak-anak maupun orang tua. Banjir darah dan pembantaian terhadap kaum muslim mengikuti kemenangan mereka di Kota Suci itu. Taktik para tentara Perang Salib ialah tidak membawa tawanan serta sebab berhasilnya perang salib pertama ini adalah ketidaktahuan para umat baik itu muslim, kristen dan yahudi di yerusalem bahwa mereka datang untuk menyerang. Karena itulah para muslim tidak menyiagakan pasukannya dan memang yang pada waktu itu Yerusalem bukan daerah kekuasaan atau jajahan kekaisaran muslim, biadabnya lagi yang mereka bantai adalah para penduduk dan pedagang muslim yang sudah menyerah, inilah yang menyebabkan kebencian umat Islam. Seorang pengamat yang merestui tindakan biadab tersebut menulis bahwa para prajurit menunggang kuda mereka dalam darah yang tingginya mencapai tali kekang kuda, dan memang kaum Kristiani Eropa cenderung menutupi kejadian ini dan yang semacam ini, demi nama baik mereka, tidak seperti pembantaian kaum Yahudi yang selalu mereka gembar-gemborkan. Sebelum mereka menduduki Baitulmakdis, pasukan ini terlebih dahulu merebut Anatalia Selatan, Tarsus Artiolia, Allepo, dan Ar-Ruba, Tripoli, Syam dan Arce.

Kemenangan yang diperoleh pasukan Salib pada periode ini telah mengubah peta dunia Islam. Adapun bukti kemenangan tersebut adalah berdirinya kerajaan-kerajaan Latin-Kristen di wilayah bagian timur, seperti Kerajaan Baitulmakdis yang berdiri pada tanggal 15 Juli 1099 di bawah pemerintahan raja Godfrey, kemudian di Edessa pada tahun 1099 di bawah kekuasaan Raja Baldwin, serta di wilayah Tripoli masih pada tahun 1099 di bawah kekuasaan Raja Reymond[14]. Akibatnya, wilayah-wilayah kekuasaan Islam masa ini hamper sebagian besar di duduki oleh tentara Kristiani.

b) Masa periode kedua (reaksi umat Islam)
www.al-mukminun.com


Pada masa ini beberapa wilayah kekuasan Islam jatuh ke tangan tentara Salib, sehingga menyebabkan bangkitnya kembali kaum muslimin untuk menghimpun kekuatan besar yang diprioritaskan khusus menghadapi mereka. Di bawah komando sang panglima Imanduddin Zangi, yang merupakan Gubernur Mosul, kaum musilimin serempak menyatukan langkah besar bergerak maju untuk membendung serangan dari pasukan Salib. Alhasil, pada tahun 1144 M atas jerih payah dan semangat juang yang tinggi, tentara muslim berhasil merebut kembali tiga wilayah penting, yaitu Allepo, Hamimah dan Edessa. Hal ini merupakan salah satu kemengan besar tentara muslim.

Akan tetapi, setelah Imaduddin Zangi (Imaduddin Zanki)[15] wafat pada tahun 1146 M, posisinya digantikan oleh putranya, Nuruddin Zangi. Ia meneruskan cita-cita ayahnya yang ingin membebaskan negara-negara Islam di timur dari cengkraman kaum Salib. Kota-kota yang berhasil dibebaskan masa putranya ini, antara lain Damaskus, Antiolia dan Mesir pada tahun 1149 M, dan pada tahun 1151 M, kemenangan yang sangat mengagumkan seluruh wilayah Edessa dapat direbut kembali dan dikuasai oleh tentara Islam[16].

Kejatuhan wilayah Edessa ini, menyebabkan kaum Kristiani mengobarkan Perang Salib kedua yang sesungguhnya[17]. Kali ini, Paus Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut sangat baik oleh Raja Perancis bernama Louis VII dan Raja Jerman bernama Condrad II. Kedua raja ini memimpin pasukan tentara Salib dengan rencana untuk merebut wilayah Kristen di Syiria. Akan tetapi, hal demikian sangatlah mudah bagi Nuruddin Zangi, kedua pasukan ini bisa dihalau dan mereka melarikan diri pulang ke negerinya.

Pasca wafatnya Nuruddin Zangi pada tahun 1174 M[18], panglima perang selanjutnya berada dalam kekuasaan Shalahuddin Al-Ayyubi (saladin) yang berhasil mendidrikan Dinasti Ayyubiyah di Mesir pada tahun 1175 M serta berhasil membebaskan Baitulmakdis pada tanggal 2 Oktober 1187. Bahkan, pada tahun 1187 M[19], peperangan yang di pimpin oleh panglima Shalahuddin Al-Ayyubi ini mengalami kemenangan besar dengan direbutnya kembali wilayah Yerussalem yang sebelumnya dikuasai oleh tentara Kristiani yang mendirikan kerajaan latin selama 88 tahun. Keberhasilan umat Islam ini, sangat menyedihkan dan memukul perasaan tentara Salib. Akhirnya mereka kembali membangkitkan kaumnya untuk mengirim ekspedisi militer besar-besaran dan yang lebih kuat. Mereka menyusun rencana sebaik mungkin untuk menyerang sebagai balasannya. Ekspedisi ini diluncurkan pada tahun 1189 M yang dipimpin oleh raja besar Eropa, seperti Frederick I ( Frederick Barbarossa, Kaisar Jerman), Richard I (The Lion Hearted, Raja Inggris), serta Philip II ( Philip Agustus, Raja Perancis)[20]. Ekspedisi ini dilakukan pada tahun 1189 M[21].

Ekspedisi perang Salib ini dibagi beberapa divisi, sebagian menempuh jalur jalan darat dan sebagian lagi menempuh jalur laut. Frederick yang memimpin divisi jalur darat ini tewas ketika menyerangi sungai Armenia, dekat kota Ruba (Edessa). Sebagian tentaranya kembali, kecuali beberapa orang yang masih hidup melanjutkan perjalannya. Dua divisi lainnya yang menempuh jalur laut bertemu di Sisilia. Mereka berada di Sisilia hingga musim dingin berlalu. Richard menuju Ciprus dan mendudukinya di sana. Sedangkan Philip langsung ke Arce, dan pasukannya berhadapan dengan pasukan Saladin, sehingga terjadi pertempuran sengit. Namun, dengan pasukan Saladin memilih mundur dan mengambil langkah untuk mempertahankan Mesir. Dalam keadaan demikian, pihak Richard dan pihak Saladin sepakat untuk melakukan genjatan senjata dan membuat perjanjian. Perjanjian ini disebut denganShulh al-Ramlah[22]. Inti dari perjanjian damai itu adalah bahwa umat Kristen yang akan berziarah ke Baitulmakdis akan terjamin keamanannya. Begitu juga dengan daerah pesisir utara, Arce dan Jaita berada di bawah kekuasaan tentara Salib.

c) Masa periode ketiga (perang saudara kecil-kecilan/periode kehancuran)

Pada periode ini, peperangan disebabkan oleh ambisi politik untuk memperoleh kekuasaan dari sesuatu yang bersifat materialisti daripada motivasi agama. Dalam periode ini, muncul pahlawan wanita dari kalangan kaum muslimin yang terkenal gagah berani yaitu Syajar Ad-Durr. Ia beerhasil menghancurkan pasukan Raja Louis IX dari Perancis sekaligus menangkap raja tersebut. Pada tahun 1219 M, meleteus kembali peperangan, pada waktu itu tentara Kristen berada di bawah kekuasaan Raja Jerman, Frederick II, mereka berusaha merebut Mesir terlebih dahulu sebelum merebut ke wilayah Palestina, dengan harapan mereka mendapatkan bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi[23].

Dalam serangan tersebut, mereka berhasil menduduki Dimyat, Raja Mesir dari Dinasti Ayyubiyah waktu itu, al-Malik al-Kamil, membuat penjanjian dengan Raja Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimyat, sementara al-Malik al-Kamil harus bersedia melepaskan Palestina. Raja Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan begitu pun Frederick tidak diperbolehkan mengirim bantuan kepada Kristen yang berada di wilayahSyria.

Dalam perkembangan berikutnya, wilayah Palestina yang tadinya diserahkan kepada Raja Frederick kini dapat direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1247 M, yakni pada masa pemerintahan al-Malik al-Shalih, penguasa Mesir pengganti al-Malik al-Kamil. Ketika Mesir dikuasai oleh dinasti Mamalik, yang menggantikan posisi Daulah Ayyubiyyah, pimpinan perang dipegang oleh Baybars dan Qalawun[24]. Pada masa merekalah Akka dapat direbut kembali oleh kaum muslimin pada tahun 1291 M. Demikianlah Perang Salib yang berkobar di Timur. Perang ini tidak berhenti di Barat, termasuk di wilayah Spanyol, sampai umat Islam habis terkikis dan terusir dari sana[25].

Akan tetapi, walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari pasukan tentara Salib, namun berbagai kerugian yang mereka derita begitu banyak. Sebab, peperangan semuanya itu terjadi diwilayah kekuasaan Islam. Diantara kerugian yang diderita oleh kaum muslimin adalah lemahnya kekuatan politik umat Islam serta banyak dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad.

3. Akibat, Kondisi dan Peninggalan dari Perang Salib

http://daulahislam.com
a) Akibat Perang Salib

Perang Salib menimbulkan beberapa akibat penting dalam sejarah dunia. Perang Salib membawa Eropa ke dalam kontak langsung dengan dunia muslim dan terjadinya hubunngan antara timur dan barat. Kontak ini menimbulkan saling tukar pikiran antara kedua belah pihak. Pengetahuan orang timur yang progresif dan maju memberi daya dorong besar bagi pertumbuhaan intelektual Eropa barat. Hal ini melahirkan suatu bagian penting dalam menumbuhkan reanisance di Eropa[26].

Keuntungan Perang Salib bagi Eropa adalah menambah lapangan perdagangan, mempelajari kesenian dan penemuan penting seperti kompas pelaut, kincir angin dan sebagian dari orang islam mereka juga dapat mengetahui cara bertani yang maju dan mempelajari kehidupan industri timur yang lebih berkembang. Ketika kembali ke Eropa, mereka mendirikan pasar khusus barang-barang timur. Orang barat mulai menyadari kebutuhan akan barang-barang timur dan karena kepentingan ini perdagangan antara menjadi lebih berkembang. Kegiatan perdagangan tersebut lebih mengarahkan pada perkembangan kegitan maritim di Laut Tengah[27].

b) Kondisi Pasca Perang Salib

Perang Salib Pertama melepaskan gelombang semangat perasaan paling suci sendiri yang diekspresikan dengan pembantaian terhadap orang-orang Yahudi yang menyertai pergerakan tentara Salib melintasi Eropa dan juga perlakuan kasar terhadap pemeluk Kristen OrthodoxTimur. Kekerasan terhadap Kristen Orthodox ini berpuncak pada penjarahan kota Konstantinopel pada tahun 1024, dimana seluruh kekuatan tentara Salib ikut serta. Selama terjadinya serangan-serangan terhadap orang Yahudi, pendeta lokal dan orang Kristen berupaya melindungi orang Yahudi dari pasukan Salib yang melintas. Orang Yahudi seringkali diberikan perlindungan di dalam gereja atau bangunan Kristen lainnya, akan tetapi, massa yang beringas selalu menerobos masuk dan membunuh mereka tanpa pandang bulu.

Pada abad ke-13, Perang Salib tidak pernah mencapai tingkat kepopuleran yang tinggi di masyarakat. Sesudah kota Acra jatuh untuk terakhir kalinya pada tahun 1291 M dan sesudah penghancuran bangsa Occitan (Perancis Selatan) yang berpaham Catharisme pada Perang Salib Albigensian, ide perang Salib mengalami kemerosotan nilai yang diakibatkan oleh pembenaran lembaga kepausan terhadap agresi politik dan wilayah yang terjadi di Katolik Eropa. Orde ksatria Salib mempertahankan wilayah adalah orde Knights Hospitaller. Sesudah kejatuhan Acra yang terakhir, orde ini menguasai Pulau Rhodes dan pada abad ke-16 dibuang ke Malta. Tentara-tentara Salib yang terakhir ini akhirnya dibubarkan oleh Napoleon Bonaparte pada tahun 1798 M.

c) Peninggalan dari Perang Salib

Diantara beberapa peninggalan dari hasil pertempuran ini adalah[28]:

· Politik dan Budaya

Perang Salib amat memengaruhi Eropa pada Abad Pertengahan Pada masa itu, sebagian besar benua dipersatukan oleh kekuasaan Kepausan, akan tetapi pada abad ke-14, perkembangan birokrasi yang terpusat (dasar dari negara-bangsa modern) sedang pesat di Perancis, Inggris,Burgundi, Portugal, Castilia dan Aragon. Hal ini sebagian didorong oleh dominasi gereja pada masa awal perang salib. Meski benua Eropa telah bersinggungan dengan budaya Islam selama berabad-abad melalui hubungan antara Semenanjung Iberia dengan Sisilia, banyak ilmu pengetahuan di bidang-bidang sains, pengobatan dan arsitektur diserap dari dunia Islam ke dunia Barat selama masa Perang Salib[29]. Pengalaman militer Perang Salib juga memiliki pengaruh di Eropa, seperti misalnya, kastil-kastil di Eropa mulai menggunakan bahan dari batu-batuan yang tebal dan besar seperti yang dibuat di Timur, tidak lagi menggunakan bahan kayu seperti sebelumnya. Sebagai tambahan, tentara Salib dianggap sebagai pembawa budaya Eropa ke dunia, terutama Asia[30].

Bersama perdagangan, penemuan-penemuan dan penciptaan-penciptaan sains baru mencapai timur atau barat. Kemajuan bangsa Arab termasuk perkembangan aljabar, lensa dan lain lain mencapai barat dan menambah laju perkembangan di universitas-universitas Eropa yang kemudian mengarahkan kepada masa Renaissance pada abad-abad berikutnya.

· Perdagangan

Kebutuhan untuk memuat, mengirimkan dan menyediakan balatentara yang besar menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Jalan-jalan yang sebagian besar tidak pernah digunakan sejak masa pendudukan Romawi, terlihat mengalami peningkatan disebabkan oleh para pedagang yang berniat mengembangkan usahanya. Ini bukan saja karena Perang Salib mempersiapkan Eropa untuk bepergian akan tetapi lebih karena banyak orang ingin bepergian setelah diperkenalkan dengan produk-produk dari timur[31]. Hal ini juga membantu pada masa-masa awal Renaissance di Itali karena banyak negara-kota di Itali yang sejak awal memiliki hubungan perdagangan yang penting dan menguntungkan dengan negara-negara Salib, baik di Tanah Suci maupun kemudian di daerah-daerah bekas Byzantium.

Pertumbuhan perdagangan membawa banyak barang ke Eropa yang sebelumnya tidak mereka kenal atau amat jarang ditemukan dan sangat mahal. Barang-barang ini termasuk berbagai macam rempah-rempah, gading, batu-batu mulia, teknik pembuatan barang kaca yang maju, bentuk awal dari mesin, jeruk, apel, hasil-hasil tanaman Asia lainnya dan banyak lagi. Keberhasilan untuk melestarikan Katolik Eropa, bagaimanapun, tidak dapat mengabaikan kejatuhan Kekaisaran Kristen Byzantium. Tanah Byzantium adalah negara Kristen yang stabil sejak abad ke-4. Sesudah tentara Salib mengambil alih Konstantinopel pada tahun 1204 M, Byzantium tidak pernah lagi menjadi sebesar atau sekuat sebelumnya dan akhirnya jatuh pada tahun 1453 M.

Melihat apa yang terjadi terhadap Byzantium, Perang Salib lebih dapat digambarkan sebagai perlawanan Katolik Roma terhadap ekspansi Islam, ketimbang perlawanan Kristen secara utuh terhadap ekspansi Islam. Di lain pihak, Perang Salib Keempat dapat disebut sebuah anomali. Kita juga dapat mengambil suatu kompromi atas kedua pendapat di atas, khususnya bahwa Perang Salib adalah cara Katolik Roma utama dalam menyelamatkan katolikisme, yaitu tujuan yang utama adalah memerangi Islam dan tujuan yang kedua adalah mencoba menyelamatkan kekristenan[32].

Perang salib memiliki efek yang buruk tetapi terlokalisir pada dunia Islam. Dimana persamaan antara bangsa Frank dengan Tentara Salib meninggalkan bekas yang amat dalam. Muslim secara tradisional mengelu-elukan Saladin, seorang ksatria Kurdi, sebagai pahlawan Perang Salib. Pada abad ke-21, sebagian dunia Arab, seperti gerakan kemerdekaan Arab dan gerakan Pan-Islamisme masih terus menyebut keterlibatan dunia Barat di Timur Tengah sebagai perang salib. Perang Salib dianggap oleh dunia Islam sebagai pembantaian yang kejam dan keji oleh kaum Kristen Eropa.

Konsekuensi yang secara jangka panjang menghancurkan tentang Perang Salib. Menurut ahli sejarah, Peter Mansfield, adalah pembentukan mental dunia Islam yang cenderung menarik diri. Ilustrasi dalam Injil Perancis dari tahun 1250 M yang menggambarkan pembantaian orang Yahudi (dikenali dari topinya yakni Judenhut) oleh tentara Salib.Terjadi kekerasan tentara Salib terhadap bangsa Yahudi di kota-kota di Jerman dan Hongaria, belakangan juga terjadi diPerancis dan Inggris, dan pembantaian Yahudi di Palestina dan Syria menjadi bagian yang penting dalam sejarah Anti-Semit. Meski tidak ada satu Perang Salib pun yang pernah dikumandangkan melawan Yahudi. Serangan-serangan ini meninggalkan bekas yang mendalam dan kesan yang buruk pada kedua belah pihak selama berabad-abad. Kebencian kepada bangsa Yahudi meningkat. Posisi sosial bangsa Yahudi di Eropa Barat semakin merosot dan pembatasan meningkat selama dan sesudah Perang Salib. Hal ini memuluskan jalan bagi legalisasi Anti-Yahudi oleh Paus Innocentius III dan membentuk titik balik bagi Anti-Semit abad pertengahan[33].

· Pegunungan Kaukasus

Orang Armenia merupakan pendukung setia Tentara Salib. Di pegunungan Kaukasus di Georgia, di dataran tinggi Khevsureti yang terpencil, ada sebuah suku yang disebut Khevsurs yang dianggap merupakan keturunan langsung dari sebuah kelompok tentara Salib yang terpisah dari induk pasukannya dan tetap dalam keadaan terisolasi dengan sebagian budaya Perang Salib yang masih utuh. Memasuki abad ke-20, peninggalan dari baju perang, persenjataan dan baju rantai masih digunakan dan terus diturunkan dalam komunitas tersebut. Ahli ethnografi Rusia, Arnold Zisserman, yang menghabiskan 25 tahun (1842 – 1862) di pegunungan Kaukasus, percaya bahwa kelompok dari dataran tinggi Georgia ini adalah keturunan dari tentara Salib yang terakhir berdasarkan dari kebiasaan, bahasa, kesenian dan bukti-bukti yang lain. Penjelajah Amerika Richard Halliburton melihat dan mencatat kebiasaan suku ini pada tahun 1935 M[34].

Simpulan

Dari pembahasan diatas, maka penulis menyimpulkan sebagai berikut:

  1. Perang Salib merupakan peperangan antara tentara Islam dengan Kristen. Hal ini terjadi bermula kebencian umat Kristiani terhadap masa pemerintahan Dinasti Seljuk yang dapat menguasai kota suci mereka. Terlebih dinasti menguasai Baitulmakdis. Dalam peperangan ini tentara Salib memakai tanda salib di pakaiannya sebagai tanda pemersatu umat Kristiani dan menunjukkan peperangan suci.
  2. Menurut Philip K. Hitti, sebagaimana yang dikutip oleh banyak sejarawan, bahwa Perang Salib dibagi ke dalam tiga periode, yaitu periode pertama yang disebut sebagai periode penaklukkan. Kemudian periode kedua yang disebut dengan periode reaksi umat Islam dan yang terakhir adalah periode ketiga atau yang disebut dengan periode kehancuran.
  3. Ada beberapa peninggalan dan dampak yang diakibatkan hasil dari Perang Salib ini. Diantaranya adalah sebagai berikut:
  4. Politik dan budaya yang sangat berpengaruh pada masa abad pertengahan Eropa yang dikenal dengan istilah Renaissance.
[1] Badri Yatim, 2008. Sejarah Peradapan Islam (Dirasah Islamiah II). Jakarta: PT Raja Grafinda Persada. hlm. 76.

[2] Ibid., hlm. 77.

[3] Maslani dan Ratu Suntiah, 2010. Sejarah Peradapan Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri. hlm. 133.

[4] Dedi Supriyadi, 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia, hlm. 171.

[5] Ibid.

[6] Dedi Supriyadi, Op. Cit., hlm.71-72.

[7] Ibid., hlm. 72.

[8] Maslani dan Ratu Suntiah, Op. Cit. hlm. 135.

[9] Dedi Supriyadi, Op.Cit. hlm. 172-173.

[10] Ibid.

[11] Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 77. Lihat juga Maslani dan Ratu Suntiah, Op. Cit. hlm. 135-137 dan Dedi Supriyadi, Op. Cit., hlm. 172-174.

[12] Dedi Supriyadi, Op. Cit., hlm. 172.

[13] Badri Yatim, Op. Cit. hlm. 76.

[14] Ibid., hlm. 77.

[15] Ibid., hlm. 77-78.

[16] Maslani dan Ratu Suntiah, Op. Cit. hlm. 136.

[17] Badri Yatim, Op. Cit. hlm. 78.

[18] Ibid.

[19] Ibid.

[20] Maslani dan Ratu Suntiah, Op. Cit. hlm. 136-137. Lihat juga Dedi Supriyadi, Op. Cit. hlm. 173.

[21] Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 78.

[22] Ibid.

[23] Ibid., hlm. 79.

[24] Maslani dan Ratu Suntiah, Op. Cit. hlm. 136-137

[25] Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 79.

[26] Dedi Supriyadi, Op. Cit., hlm. 175.

[27] Maslani dan Ratu Suntiah, Op. Cit. hlm. 137-138.

[28] Ibid.

[29] Ibid.

[30] Dedi Supriyadi, Op. Cit., hlm. 175.

[31] Ibid.

[32] Badri Yatim, Ibid.

[33] Ibid.

[34] Dikutip dari berbagai sumber.

DAFTAR PUSTAKA

Maslani dan Ratu Suntiah. 2010. Sejarah Peradapan Islam. Bandung: CV. Insan Mandiri.

Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradapan Islam (Dirasah Islamiah II). Jakarta: PT Raja Grafinda Persada.



HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html