Monday 9 May 2016

Peran Partai Politik Islam Indonesia tahun 1950-1957

http://kartun.co
Oleh : Erna Mardiana

Setelah berhasil menghancurkan kekuatan Belanda, Jepang akhirnya dikalahkan pada tahun 1945, maka terbukalah jalan bagi kemerdekaaan Indonesia. Tanggal 17 Agustus tahun 1945, Sukarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan ini diraih melalui perjuangan kekuatan senjata, gerakan politik dan diplomatik serta kekuatan iman. Dengan bantuan Australia dan Inggris, Belanda berusaha merebut kembali kekuasaan atas wilayah Hindia; baru pada bulan Agustus 1950, dengan perlawanan dari pasukan tentara Indonesia dan tekanan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Belanda akhirnya dipaksa mengakui kemerdekaan Republik Indonesia.[1]

Pada era pasca kemerdekaan, muncul beberapa wajah politik Islam. Pada tingkat partai, dua organisasi politik utama berupaya mendominasi mayoritas Muslim di republik baru ini; kedua kelompok itu mencerminkan keterbagian historis kaum Muslim. NU mendukung pandangan nonmodernis yang lebih tradisional, dan Masyumi berdiri sebagai partai Islam yang modernis. Mereka berlomba memimpin orang Indonesia yang berminat pada pemerintahan yang didasarkan atas nilai-nilai Islam, dan sangat menentang pengaruh sekuler dan khususnya komunis.[2]

Dalam perjuangan membela bangsa, Negara dan menegakkan Islam di Indonesia, Umat Islam mendirikan berbagai organisasi dan partai politik dengan corak dan warna yang berbeda-beda. Ada yang bergerak dalam bidang politik, sosial budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Namun semuanya mempunyai tujuan yang sama, yaitu memajukan bangsa Indonesia khususnya umat Islam dan melepaskan diri dari belenggu penjajahan. Tercatat dalam sejarah, bahwa dari lembaga-lembaga tersebut telah lahir para tokoh dan pejuang yang sangat berperan baik di masa perjuangan mengusir penjajah, maupun pada masa pembangunan.

A. Partai politik

Partai politik merupakan salah satu bagian kekuatan politik yang berperan penting dalam suatu nagara. Partai politik dapat dikaitkan sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya memiliki orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama, tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.[3]

Pembentukan parta politik didasarkan atas kesamaan idiologi, visi serta misinya untuk membangun dan memecahkan masalah-masalah bangsa dan Negara. Karena itu dilihat dari visi, misi serta idiologi partai maka ada yang disebut partai konservatif dan ada partai liberal. Pada sisi lain ada partai yang berdasarkan agama dan ada yang berlandaskan sosialisme, kerakyatan dan lain-lain. Dalam kenyataannya tidak selalu hanya ada satu partai politik yang menganut idiologi dan dasar yang sama dalam suatu negara.

Pembentukan partai politik juga sangat dipengaruhi oleh pandangan dan kemauan yang lebih personal dari para tokoh atau pimpinan partai politik, hal ini biasanya terjadi perbedaan kecil pada gaya kepemimpinan dari pimpinan partai politik yang bersangkutan.[4] Partai politik memiliki fungsi yang bermacam-macam antara lain dikemukakan oleh Miriam Budiarjo sebagai berikut.
  1. partai sebagai sarana artikulasi dan agregasi kepentingan 
  2. partai sebagai sarana sosialisasi politik
  3. partai sebagai sarana rekruitmen politik 
  4. partai sarana pembuatan kebijaksanaan dan 
Memperhatikan berbagai fungsi partai politik tersebut, kududukan dan peran partai politik adalah sangat penting bagi sebuah Negara demokrasi, baik dalam penyusunan berbagai kebijakan yang demokratis maupun sebagai alat yang efektif untuk melakukan sosialisasi politik (kebijakan), rekruitmen politik serta sarana pengatur konflik, walaupun tidak seluruh fungsi ini dapat diperankan oleh partai-partai politik, karena di internal partai politik sendiri bisa terjadi konflik dan tidak mampu melaksanakan sosialisasi dan komunikasi politik dengan baik. Hal ini sangat tergantung pada kualitas dan kesadaran politik dari para pimpinan yang menggerakkan partai.[5]

B. Peran Partai Islam 1950-1957

Sebagai sebuah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam maka tidak heran jika banyak pula partai politik yang berasaskan Islam. Pada masa awal kemerdekaan banyak bermunculan partai Islam. Di antaranya adalah Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Partai Islam Masyumi, Partai Nahdlatul Ulama, Perti, dan lainnya. Berdiri dan berkembangnya organisasi-organisasi Islam telah di mulai sejak masa sebelum kemerdekaan, namun kemudian mengalami kemunduran pada dekade 1930an. Kemudian ketika masa pendudukan Jepang, mereka memberikan dorongan kepada kelompok-kelompok Islam untuk membentuk organisasi tersebut. Setelah Indonesia merdeka pola kepartaian seperti dengan masa penjajahan. Orang nasionalis bergabung dalam Partai Nasional Indonesia (PNI) serta organisasi Islam bersatu dalam Partai Islam Masyumi.[6]
http://i0.wp.com/

Setelah penyerahan kedaulatan 27 Desember 1949, sejarah politik Indonesia memasuki babak baru dengan diterapkannya sistem demokrasi parlementer dan konstitusi UUD RIS 1949 yang kemudian diganti dengan UUDS 1950. Pada tahun 1950-1957 ditandai dengan jatuh bangunnya partai-partai politik yang berumur rata-rata kurang dari setahun. Setelah NU keluar dari Masyumi, parpol Islam diwakili oleh Masyumi, NU, PSII, dan Perti. Ciri lainnya tidak satu pun parpol yang mayoritas. Pada masa revolusi, PNI dan Masyumi sering mengadakan kerjasama, namun pada masa ini hubungannya tidak serasi lagi, bahkan dalam saat-saat tertentu sama sekali terputus.

Era 1950-1959 atau juga disebut Orde Lama adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi UUDS Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959. Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer di Indonesia. Kemudian munculah pergantian Perdana Menteri selama 7 kali dan hal tersebut sangat mempengaruhi perpolitikan di Indonesia. [7]

Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan “sementara”, karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru sampai berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang antara lain berisi kembali berlakunya UUD 1945. Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante.[8]

Pembentukan Kabinet

1. Kabinet Natsir (6 September 1950 - 21 Maret 1951)

Merupakan kabinet koalisi yang dipimpin oleh partai Masyumi Dipimpin Oleh: Muhammad Natsir

Program :

a. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.

b. Mencapai konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.

c. Menyempurnakan organisasi Angkatan Perang.

d. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi rakyat.

e. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.

Akan tetapi, belum sampai program tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh pada 21 Maret 1951 dalam usia 6,5 bulan. Jatuhnya kabinet ini karena kebijakan Natsir dalam rangka pembentukan DPRD dinilai oleh golongan oposisi terlalu banyak menguntungkan Masyumi.

Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab jatuhnya kabinet ini adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat kebijakan politik luar negeri yang dinilai terlalu condong ke Barat atau pro-Amerika Serikat. Pada saat itu, kabinet Sukiman telah menendatangani persetujuan bantuan ekonomi, teknologi, dan persenjataan dengan Amerika Serikat. Dan persetujuan ini ditafsirkan sebagai masuknya Indonesia ke Blok Barat sehingga bertentangan dengan program kabinet tentang politik luar negeri bebas aktif.

2. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 3 Juni 1953)

Dipimpin Oleh : Mr. Wilopo

Program :
  1. Program dalam negeri: Menyelenggarakan pemilihan umum (konstituante, DPR, dan DPRD), meningkatkan kemakmuran rakyat, meningkatkan pendidikan rakyat, dan pemulihan keamanan.
  2. program luar negeri : Penyelesaian masalah hubungan Indonesia-Belanda, Pengembalian Irian Barat ke pangkuan Indonesia, serta menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif.
Kabinet Wilopo banyak mengalami kesulitan dalam mengatasi timbulnya gerakan-gerakan kedaerahan dan benih-benih perpecahan yang akan menggangu stabilitas politik Indonesia. Ketika kabinet Wilopo berusaha menyelesaikan sengketa tanah perusahaan asing di Sumatera Utara, kebijakan itu ditentang oleh wakil-wakil partai oposisi di DPR sehingga menyebabkan kabinetnya jatuh pada 2 Juni 1953 dalam usia 14 bulan.

Pada masa kabinet Ali-Wongsonegoro, gangguan keamanan makin meningkat, antara lain munculnya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Daud Beureuh Aceh, dan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan. Meskipun dihinggapi berbagai kesulitan, kabinet Ali-Wongsonegoro berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Oleh karena itu, kabinet Ali-Wongsonegoro ikut terangkat namanya. Kabinet Ali-Wongsonegoro akhirnya jatuh pada bulan Juli 1955 dalam usia 2 tahun (usia terpanjang). Penyebab jatuhnya kabinet Ali-Wongsonegoro adalah perselisihan pendapat anatara TNI-AD dan pemerintah tentang tata cara pengangkatan Kepala Staf TNI-AD.[9]

3. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)

Kabinet ini adalah Kabinet koalisi dengan Masyumi partai Nasional Indonesia (PNI) menjadi partai oposisi, Dipimpin Oleh: Burhanuddin Harahap

Program :
  1. Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah.
  2. Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan mempercepat terbentuknya parlemen baru.
  3. Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi.
  4.  Perjuangan pengembalian Irian Barat.
  5. Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif.
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo Ii (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)

Kabinet ini merupakan hasil koalisi 3 partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU, Dipimpin Oleh : Ali Sastroamijoyo

Program :

Program kabinet ini disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun yang memuat program jangka panjang, sebagai berikut.
  1. Perjuangan pengembalian Irian Barat.
  2. Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota-anggota DPRD.
  3. Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
  4. Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
  5. Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional berdasarkan kepentingan rakyat.
  6. Selain itu program pokoknya adalah, 
  • Pembatalan KMB,
  • Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan politik luar negeri bebas aktif, 
  • Melaksanakan keputusan KAA
5. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957- 5 Juli 1959)

Kabinet ini Dibentuk karena Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang Dasar pengganti UUDS 1950. Serta terjadinya perebutan kekuasaan antara partai politik, Dipimpin Oleh : Ir. Juanda

Program :

Programnya disebut Panca Karya sehingga sering juga disebut sebagai Kabinet Karya, programnya yaitu :

a. Membentuk Dewan Nasional 

b. Normalisasi keadaan Republik Indonesia

c. Melancarkan pelaksanaan Pembatalan KMB

d. Perjuangan pengembalian Irian Jaya

e. Mempergiat/mempercepat proses Pembangunan

Semua itu dilakukan untuk menghadapi pergolakan yang terjadi di daerah, perjuangan pengembalian Irian Barat, menghadapi masalah ekonomi serta keuangan yang sangat buruk.[10]

Usaha partai-partai Islam untuk menegakkan Islam sebagai ideologi negara di dalam konstituante mengalami jalan buntu. Demikian juga dengan Pancasila, yang oleh umat Islam waktu itu, dipandang sebagai milik kaum “anti Islam” ;setidak-tidaknya di dalam konstituante. Memang kesempatan untuk menyelesaikan tugas konstituante masih terluang, namun pekerjaannya diakhiri dengan Dekrit Presiden 1959, konstituante dinyatakan bubar dan UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali. Dalam konsideran Dekrit itu disebutkan bahwa Piagam Jakarta menjiwai dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan UUD 1945. Jelas, Dekrit sebenarnya ingin mengambil jalan tengah. Tapi dekrit itu sendiri menandai bermulanya sutau era baru, Demokrasi Terpimpin, [11] yang sebelumnya, Bung Karno dalam berbagai kesempatan, mencela pemerintahan banyak partai. Baginya sistem parlementer tidak sesuai dengan alam pikiran Indonesia. Oleh karena itu, sistem ini harus diganti dengan sistem politik lain yaitu demokrasi terpimpin. Sejak tahun 1957 Sukarno sudah berusaha melancarkan sistem parlementer dengan menciptakan sebuah sistem “Demokrasi Terpimpin”, ia merancang pembentukan sebuah kabinet termasuk di dalamnya dewan komunis dan nasionalis untuk mewakili kepentingan kelompok pekerja, petani, pemuda, dan kelompok regional. 

Pergantian kekuasaan ini menjadikan pengaruh Komunis tersebar luas, membangkitkan kekhawatiran keinginan pihak Muslim atas otonomi regional. Para pemuka militer di Sumatera dan Sulawesi dan tokoh-tokoh juru bicara Muslim yang mewakili partai Masyumi, pimpinan partai ini, menentang rencana tersebut dan membentuk sebuah pemerintahan revolusioner Republik Indonesia. Pemerintahan revolusioner tersebut kalah, dan pada bulan Juli 1959 Sukarno membubarkan majelis konstituante dan mengumumkan pernyataan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945.[12] Seminggu setelah dekrit 5 Juli 1959, Sukarno mengumumkan kabinetnya yang baru, menggantikan Kabinet Juanda. Kabinet Juanda adalah kabinet peralihan dari periode Demokrasi Parlementer ke Demokrasi Terpimpin.

Era 1950-1959 atau juga disebut Orde Lama adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi UUDS Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 6 Juli 1959. Sebelum Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950 yang menganut sistem kabinet parlementer di Indonesia. Kemudian munculah pergantian Perdana Menteri selama 7 kali dan hal tersebut sangat mempengaruhi perpolitikan di Indonesia.

Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta. Konstitusi ini dinamakan “sementara”, karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru sampai berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang antara lain berisi kembali berlakunya UUD 1945. Akhirnya, Soekarno mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959, yang membubarkan Konstituante.

DAFTAR PUSTAKA

Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004. 

Lapidus, Ira. M. Sejarah Sosial Umat Islam bagian III. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000

Rosyada, Dede, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999.

Sitepu, Anthonius & kisah Ruth Siregar, Soekarno, Militer dan Partai 

Politik, Medan: Usu Press, 2009.

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo, 2008.

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281950%E2%80%931959%29


http//:peran partai 1950-1957/perbandingan-peran-partai-politik-islam.html

[1] Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam bagian III, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2000), 339. 

[2] Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam bagian III, 

[3] P.Anthonius Sitepu & kisah Ruth Siregar, “Soekarno, Militer dan Partai Politik (Medan: USU Press, 2009), h. 61. 

[4] P.Anthonius Sitepu & kisah Ruth Siregar, “Soekarno, Militer dan Partai Politik, h. 62 

[5] peran partai 1950-1957/perbandingan-peran-partai-politik-islam.html 

[6]Koirudin, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi (Cet.I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 78 


[8] http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281950%E2%80%931959%29 

[9] http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281950%E2%80%931959%29 

[10]http://history1978.wordpress.com/2013/03/26/indonesia-masa-demokrasi-liberal-1950-1959/ 

[11] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo, 2008), h. 268. 

[12] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam bagian III, 339.

1 komentar:

weedhus.com said...

Ingin Cari Kaos Dakwah Terbaik, Disini tempatnya:
Harga Kaos Dakwah

Mau Cari Bacaan Cinta Generasi Milenia Indonesia mengasikkan, disini tempatnya:
Punya Pasangan Sempurna Nggak Indah Kelihatannya

HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html HTTPS://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html